15. Hanya Salah Paham

47 12 0
                                    

Mutia bukan tipe orang yang suka bepergian. Dia akan memilih mengurung dirinya di kamar daripada harus keluar. Menghabiskan waktu dengan menulis akan lebih baik daripada melihat pemandangan di luar.

Sifat Mutia yang introvert itu menurun dari papanya, juga berkebalikan dengan mamanya yang ekstrovert. Raisha sering kali mengajak Mutia jalan-jalan, tapi hanya beberapa kali Mutia menerimanya. Membuat Raisha terpaksa berpergian sendirian.

Mutia juga tidak terlalu suka naik pesawat. Katanya sih, takut jatuh. Padahal setiap kendaraan pasti memiliki resiko kecelakaan.

Setiap berpergian jauh, Mutia memilih pergi menggunakan kereta. Tak peduli jika waktu perjalanan menjadi lebih lama. Gadis itu juga tak pernah terganggu dengan suara berisik dalam kereta. Bahkan ia masih bisa tertidur pulas saat kereta berhenti dan beberapa pedagang mulai masuk.

Namun, saat ini Mutia seakan melupakan semua kebiasaannya. Dengan semangat gadis itu mengemasi beberapa setel pakaiannya. Juga beberapa peralatan yang kemungkinan akan ia butuhkan saat menginap. Padahal biasanya Mutia adalah orang yang paling malas untuk berbenah dan berkemas.

Gadis itu juga bersedia naik pesawat demi menyingkat waktu perjalanan. Bukan tipe Mutia sekali. Namun, memang ini kenyataannya.

Tadi pagi saat Riu pulang, lelaki itu langsung saja menjadi penengah. Menjadi kepala keluarga sekaligus satu-satunya lelaki yang berada di sana harus membuatnya mati-matian mengendalikan perasaannya. Dia harus menggunakan pikirannya, tak boleh terbawa suasana hati dan berakhir menyalahkan anaknya sepihak tanpa penjelasan.

Riu pun meminta Mutia menjelaskan ada masalah apa dengan Arda. Mutia menjelaskan dengan sesekali mengusap air matanya. Gadis itu tampak begitu sedih dan kecewa.

Awalnya, Riu memiliki pendapat yang sama dengan Raisha. Mungkin saja ini hanya sebuah kesalahpahaman. Media sekarang memang suka melebih-lebihkan. Apalagi untuk judul berita, mereka akan dengan semangat membuat judul yang aneh demi menggaet pembaca. Kemudian jika dituntut, mereka akan berlindung di balik kebebasan pers.

Namun, saat Mutia mengatakan bahwa Arda tak bisa dihubungi sejak kemarin, Riu tak bisa berpikir positif lagi. Anaknya itu bukan seorang pelupa. Apalagi ini Mutia, seseorang yang tak mungkin putranya lupakan.

Dengan kepala dingin, Riu mencoba mencari solusi. Tapi menurutnya tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini selain meminta penjelasan dari Arda. Harus ada pernyataan dari dua pihak untuk menyelesaikan masalah.

Jadi di sinilah Mutia sekarang, kota tempat Arda akan melaksanakan konser.

Sebenarnya, Mutia dipinta untuk istirahat terlebih dahulu. Mengingat gadis itu belum sempat tidur dari semalam. Juga kondisi kesehatan Mutia yang tadi sempat menurun karena tidak menerima asupan dari semalam.

Sayangnya, Mutia tak bisa lagi menahan dirinya. Dia tidak bisa terus-terusan diam tanpa kejelasan. Dia harus segera menemui Arda.

Begitu sampai di depan hotel, Mutia bisa melihat wartawan mengerubungi sesuatu. Entah apa itu, Mutia sama sekali tidak peduli. Yang jelas Mutia ingin segera masuk dan bertemu dengan Arda.

"Haha, ya gitu. Sebenarnya saya udah lama dekat sama Arda. Cuma mungkin karena waktu itu Arda udah menjalin hubungan lama sama Mutia, jadinya dia denial gitu. Mungkin ini pertanda kalau alam juga merestui kita."

Mutia tak bisa lagi menahan dirinya untuk tidak berhenti saat mendengar nama Arda disebutkan. Gadis itu menoleh dan menemukan seseorang di antara para wartawan. Dini, aktris pendatang baru yang digosipkan bermesraan dengan Arda.

Berani banget dia ngomong kayak gitu.

Mutia menatap Dini dengan mata yang berkilat marah. Tanpa sadar Mutia berhenti terlalu lama dan membuat salah satu wartawan melihatnya. Dengan segera wartawan itu berlari menghampiri Mutia.

Second Chance in Another Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang