3. Mangkir dari meeting

2.8K 210 0
                                    

Pagi ini Joanna sudah dibuat gemas saat menerima telepon dari Anin. Bagaimana tidak, Andi yang sudah diberikan informasi jika dirinya dan Fabian baru bisa ada di Jakarta kembali hari Senin justru memutuskan untuk datang ke Jogja hari ini. Memang itu hak Andi untuk datang kapanpun ke kota gudeg ini. Sayangnya Joanna benar-benar belum berniat terjun ke kantor lagi. Ia ingin menemani cucu-cucunya. Sudah cukup Deva lalai saat menjaga Enzo hingga jidat cucunya mendapatkan tanda cinta berupa jahitan. Joanna tidak mau hal itu terulang lagi, karena itu hari ini ia akan menemani ketiga cucunya ke sekolah hingga mereka pulang dari sekolah.

Setelah bersiap-siap dengan penampilan santainya, Joanna langsung keluar dari kamarnya di lantai dua dan menuju ke kamar yang ada di sebelah kirinya. Ia mengetuk pintu kamar itu, dan tidak lama setelahnya, Enzy membukakan pintu kamar.

"Oma?" Ucapnya saat melihat wajah Joanna di depan pintu kamar.

Joanna tersenyum dan membelai wajah cucunya ini. "Iya, ini Oma. Kalian sudah siap belum?"

"Aku sudah siap, tapi Enzo masih mandi."

"Okay, Oma tunggu di bawah ya?"

"Iya, Oma."

Joanna segera membalikkan tubuhnya dan ia berjalan meninggalkan depan pintu kamar si kembar. Saat ia menuruni tangga, dirinya bisa melihat Fabian yang sedang duduk di ruang keluarga sambil mengamati layar laptopnya.

"Kamu lagi ngapain, Fabian?" Tanya Joanna saat ia sudah berada di lantai satu.

"Ini lagi ngecek email dari Pak Andi. Dia nanti mau datang ke kantor dan minta tanda tangan kita, Ma."

Joanna memutar kedua bola matanya dengan malas. Apakah Andi tidak paham dengan bahasa manusia? Apakah ia bebal atau bagaimana? Dirinya sudah diberikan informasi jika semua akan dilakukan di hari Senin tapi kenapa juga masih ngeyel hingga menyusul mereka ke Jogja?

"Terserah dia jika memang mau meminta tanda tangan hari ini ke kantor. Tapi untuk tanda tangan Mama tetap akan Mama lakukan di hari Senin nanti, bukan hari ini."

Fabian mengangkat pandangannya dan menatap sang Mama yang sudah berdiri di depannya. Jarak mereka dipisahkan oleh meja kaca yang ada ruang keluarga ini.

Fabian menggelengkan kepalanya sambil menatap sang Mama yang kali ini sungguh terlihat berbeda dengan Mamanya yang biasanya.

"Mama kenapa sih? Coba dong hargain usaha Pak Andi sedikit aja."

"Mama sudah menghargai dia. Bahkan Mama mencoba untuk tidak menyebarkan kelakuan bejatnya yang pastinya sangat mencoreng nama baiknya kalo orang lain sampai tahu. Mama hanya butuh privasi, Fabian. Lagipula Mama sudah bilang kalo kita akan tanda tangan di hari Senin. Dasar Andi aja yang bebal dikasih tahu."

Deva yang baru saja turun dari tangga bersama Nefertiti, menjadi gatal ingin nimbrung pada pembicaraan Fabian serta Joanna ini.

"Mama kenapa, sih? Pagi-pagi sudah ngomel aja. Coba dong Ma, memulai hari itu dengan senyuman dan kebahagiaan. Siapa tahu habis itu jadi enteng jodoh."

Joanna menolehkan kepalanya ke arah Deva. Sungguh, menantunya ini adalah tipikal wanita yang bisa membuatnya memencet tombol on off emosinya secepat kilat menyambar.

"Kamu kalo ngomong jangan ngawur, Dev."

"Siapa yang ngawur, Ma? Ini adalah doa dari aku buat Mama. Mama berhak bahagia."

Deva yang berkelakuan layaknya menantu laknat ini sanggup membuat Fabian menahan tawanya. Wajah Mamanya sudah memerah. Bulan memerah karena malu, tapi memerah karena menahan emosinya. Siapa sangka, seorang Joanna Tan yang sangat bisa mengontrol dirinya sejak kemarin menjadi seseorang yang lepas kendali.

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang