63. Tunggu aku ya, Jo?

1.4K 178 5
                                    

Malam ini Fabian duduk di sofa tamu yang ada di apartemen Anin. Sejak jam pulang kantor, ia langsung meluncur ke apartemen Anin karena ia kira sang Mama ada di sana. Ternyata zonk. Mamanya tidak ada di sana sama sekali. Bahkan Fabian justru harus puas dengan hasil rekaman CCTV di apartemen ini yang memperlihatkan Joanna pergi bersama Andi.

"Sudahlah, Fabian. Biarkan Mamamu menikmati masa tuanya. Dia juga berhak bahagia."

"Ya Allah, Tante Anin, aku itu enggak pernah melarang Mama untuk bahagia. Aku cuma mau Mama itu pamit kalo mau pergi ke mana-mana. Bagaimanapun juga kita ini belum kenal pak Andi luar dalam."

"Coba deh, kamu siap-siap merubah panggilan kamu ke Andi menjadi Papa, Papi, Daddy, ayah atau Padre begitu."

Fabian justru tertawa cekikikan saat mendengar perkataan Anin ini. Ia sendiri sama sekali belum berpikiran untuk merubah panggilannya kepada Andi. Baginya ia cukup nyaman memanggil Andi dengan sebutan Pak Andi. Lagipula toh Andi memang rekan bisnisnya.

"Aku belum kepikiran sampai ke arah sana."

"Ya kalo gitu siap-siap aja kalo sebentar lagi Mamamu punya suami lagi."

Fabian menghela napas panjang dan kini ia memperhatikan Anin lekat-lekat. Selama ini selalu saja ia memiliki pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalanya tentang alasan perceraian kedua orangtuanya. Jika itu murni karena kesibukan, sepertinya tidak mungkin. Toh, Mama dan Papanya bukanlah orang yang santai sejak mereka awal mengenal hingga menikah.

"Tan?"

"Kenapa Fabian?" Tanya Anin sambil mengambil secangkir teh dan menyesapnya sedikit. Setelah itu ia taruh kembali teh itu di atas meja.

"Aku boleh tanya sesuatu?"

"Tanyalah, selama Tante bisa menjawab akan Tante jawab."

Fabian menganggukkan kepalanya. "Sebenarnya apa penyebab perceraian Mama dan Papa dulu?"

Deg'

Jantung Anin seakan berhenti berdetak sepersekian detik ketika mendapatkan pertanyaan seperti ini dari Fabian. Tidak, ia tidak bisa memberitahukan kepada Fabian. Ia sudah berjanji kepada Joanna akan menjaga rahasia ini sampai ajal menjemputnya kelak.

Anin berusaha tenang dan ini adalah jurus paling ampuh saat menghadapi Fabian yang sangkat sensitif.

"Tante tidak tahu Fabian, kamu bisa cek tentang materi gugatan itu di pengadilan."

"Aku sudah melakukan itu, Tante dan hasilnya masih enggak bisa make sense buat aku."

"Apa Papamu tidak pernah cerita apa-apa sama kamu?"

"Tidak, Papa tidak pernah cerita apapun sama aku. Papa cuma selalu berpesan jika suatu saat aku menikah, aku harus selalu jujur dan terbuka kepada istriku mau sepahit apapun hal yang aku ceritakan itu."

"Dan kamu melakukannya ke Deva. Kamu berhasil membuat Mama dan almarhum Papamu bangga."

Seharusnya Fabian bahagia ketika ia mendapatkan pujian dari Anin seperti ini tapi yang ada ia justru menangkap sinyal bahwa Anin seakan memberinya sebuah 'clue' atas teka-teki yang sangat gelap dan sulit ia pecahkan.

Kini mau tidak mau Fabian segera pamit kepada Anin karena ia harus segera pulang ke rumahnya sebelum anak-anaknya akan melakukan video call dengannya beberapa jam lagi sebelum mereka tidur malam.

***

Sejak turun ke lantai satu rumah Tarno, Joanna bisa melihat bagaimana Andi yang berubah menjadi lebih pendiam. Entah kenapa Andi yang diam saja justru membuat Joanna terheran-heran. Biasanya Andi akan banyak berbicara, tetapi saat mereka menikmati teh bersama Lastri, Andi lebih banyak menyimak. Kini saat Lastri memilih untuk ijin ke belakang, mungkin inilah saatnya Joanna bertanya kepada Andi.

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang