65. Pergi tanpa pamit

1.2K 156 2
                                    

"I'm stuffed," ucap Joanna setelah memakan tiga suap nasi yang ada di piringnya.

Andi langsung menolehkan kepalanya ke arah Joanna yang sedang duduk di samping kanannya.

"Baru berapa suap sih, Jo kok sudah kenyang aja?"

"Tiga suap, An."

"Makan lagi, Jo. Masih banyak nasi sama lauknya itu."

Joanna menggelengkan kepalanya. Ia lalu mengambil segelas air putih yang ada di hadapannya. Andi masih diam dan memperhatikan Joanna yang benar-benar tipikal tidak asal membuka mulutnya untuk memakan makanan. Sadar jika dirinya tengah diperhatikan Andi sejak tadi, setelah selesai meminum beberapa teguk air putih, Joanna bertanya kepada Andi.

"Kenapa kamu lihatin aku begitu?"

"Enggak, cuma heran aja. Apa perut kamu itu enggak merasa lapar?"

Joanna tersenyum kecil, "Prinsip aku, makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan."

"Ya sudah, sini aku makan aja sisa makanan kamu."

Joanna langsung speechless saat mendengar ucapan Andi ini. Bahkan ia hanya bisa diam dengan mulut sedikit terbuka. Joanna tidak percaya dengan apa yang Andi lakukan kali ini. Andi mengangkat piringnya dan memakan sisa makanan miliknya. Melihat Andi makan dengan begitu lahap, Joanna bahkan hanya bisa menelan salivanya.

"An, itu sisa makanan aku," tutur Joanna pelan.

"Iya. Terus kenapa?"

"Memangnya kamu enggak jijik gitu?"

Andi langsung melirik Joanna dengan sudut matanya. Dari sudut matanya ini, dirinya bisa melihat jika wajah Joanna yang masih tampak shock dengan apa yang ia lakukan saat ini. Kini Andi memilih menaruh sendok dan garpu yang ia gunakan untuk makan. Setelah itu ia menghadap ke arah Joanna lalu ia tatap Joanna dengan fokus pada matanya.

"Jijik? Ya enggaklah, Jo. Sama bibir kamu aja, aku doyan. Apalagi cuma sisa makanan kamu."

Astaga, jawaban Andi benar-benar di luar apa yang Joanna perkirakan kali ini. Bahkan ia merasa malu saat mendengar jawaban Andi yang ceplas ceplos itu. Seharusnya hal seperti itu tidak perlu dikatakan secara lugas dan eksplisit.

Andi yang melihat wajah Joanna mulai memerah karena malu memilih tidak melanjutkan percakapan ini. Ia memilih memakan kembali makanannya yang masih tersisa di piring.

Berbeda dengan Andi yang melanjutkan aktivitas makannya, Joanna justru membuka handphone miliknya dan ia melihat hasil foto-foto yang diambil selama perjalanan turun dari puncak gunung Prau. Ia memperhatikan satu demi satu foto yang diambil oleh Andi itu, hingga akhirnya ia memilih satu foto untuk dirinya upload di akun sosial medianya. Di bawah foto tersebut Joanna menuliskan "Couldn't be better" sesuai apa yang ia rasakan di hatinya hari ini.

Joanna merasa dirinya sangat bahagia, senang, dan beban yang ada di hatinya juga terasa terangkat. Anehnya, itu semua karena kehadiran sosok laki-laki yang tidak pernah memberikan dirinya sebuah kemewahan. Andi memperlakukan dirinya dengan cara yang unik dan sangat sederhana. Andi pun melamarnya tanpa sebuah cincin. Anehnya, Joanna juga tidak terlalu mempermasalahkan itu semua selama ini. Lagipula menurutnya sebuah cincin tidak bisa menjadi pengikat kuat dalam sebuah hubungan. Itu hanya sebuah simbol semata.

Ferdian yang tidak pernah melepas cincin pernikahan mereka saja pada kenyatannya bisa berselingkuh dulu. Itu juga yang membuat pandangan Joanna sangat berubah drastis tentang kesakralan sebuah cincin. Baginya cincin tidak selalu efektif untuk menandakan jika laki-laki itu sudah memiliki pasangan dan akan setia pada komitmen pernikahan mereka sampai akhir hayat. Lebih dari sebatas saling menggunakan cincin, komitmen untuk menjaga sebuah hubungan itu lebih penting bagi Joanna.

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang