68. Restoran rumah sakit

961 135 4
                                    

Joanna menatap layar handphonenya yang ternyata sudah kehabisan baterai di saat-saat penting seperti ini. Ia menggeram dengan kesal ketika menyadari hal itu. Seharusnya handphone miliknya tidak boleh mati di saat-saat krusial seperti ini.

Ah, tidak... tidak, dirinya tidak mau Andi menganggapnya sebagai perempuan yang childish karena ia pergi begitu saja tanpa kata-kata setelah mengakui perasaannya. Tidak ingin terlalu lama menunggu, Joanna segera bangun dari atas ranjang dan berjalan untuk mencari charger handphone miliknya. Selesai melakukan itu, Joanna segera berjalan menuju ke arah kamar mandi. Mau tidak mau ia harus segera mandi dan membersihkan dirinya. Sudah dua hari ini dirinya hanya mandi bebek dan tidak menikmati sesi mandinya seperti biasanya.

Hampir satu jam Joanna menghabiskan waktunya di dalam kamar mandi. Bahkan ia memiliki waktu untuk memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini. Mungkin benar apa kata Deva, Fabian berhak tahu semuanya. Tapi karena sudah terlalu lama menutupi semua ini, Joanna merasa bingung harus memulai dari mana? Toh Fabian tidak pernah bertanya langsung kepadanya.

Kini setelah keluar dari dalam kamar mandi dan menuju ke arah walk in closet, Joanna mulai memilih pakaian yang menurutnya paling nyaman. Ia membuka salah satu sisi lemari dan mengambil sebuah daster batik panjang yang terbuat dari kain sutra. Joanna tersenyum saat mengingat jika daster batik ini adalah hadiah dari Anin. Setidaknya membuat sahabatnya bahagia tidak terlalu sulit untuk dilakukan, karena dengan menggunakan apa yang Anin berikan saja itu sudah akan membuatnya senang. Kini setelah berpakaian lengkap, Joanna segera menuju ke arah meja kerjanya. Ia buka laptop yang sudah ada di atas meja itu dan segera ia mencari kontak Anin melalui aplikasi Skype yang terpasang di sana. Setelah itu Joanna langsung mengirimkan pesan kepada temannya itu.

Joanna : Nin.

Anindita : apa, Jo?

Joanna : kamu lagi sibuk enggak?

Anindita : kalo telepon atau video call, aku lagi enggak bisa, cuma kalo sekedar balas pesan, sepertinya masih bisa.

Joanna : memang kamu lagi di mana?

Anindita : biasa, Jo. Nungguin Nathan di rumah sakit. Dia memilih balik ke Indonesia dan meneruskan pengobatan di sini. Memang ada apa, sih? Tumben kamu chat aku lewat Skype.

Joanna : aku habis bilang i love you too ke Andi.

Anin yang membaca pesan dari Joanna ini hanya bisa mengedipkan matanya beberapa kali. Ia benar-benar tidak percaya jika Joanna akan bisa secepat ini membuka hatinya untuk Andi.

Anindita : are you sure?

Joanna : iya, aku yakin banget sih, Nin. Aku rasa dia orang yang tepat untuk melabuhkan hatiku lagi.

Anin yang baru saja memasuki restoran yang ada di rumah sakit langsung duduk di kursi yang ada di dekat pintu. Tanpa membuang-buang waktu lagi, ia segera menghubungi Joanna melalui sambungan video call. Tidak perlu menunggu lama, Joanna langsung mengangkat panggilannya itu.

"Katanya lagi enggak bisa video call?"

"Sekarang bisa karena ini urgent."

Joanna tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Anin masih sama seperti biasanya, jika menurutnya sebuah topik pembicaraan tidak bisa dibicarakan hanya melalui pesan singkat, maka ia akan langsung melakukan panggilan telepon atau video call.

Joanna mencoba menarik napas dalam-dalam dan pelan-pelan ia embuskan perlahan. Ia berharap rasa bahagia dan damai yang ia rasakan di dalam hatinya tidak akan pernah layu begitu saja. Joanna baru akan membuka mulutnya ketika ia justru menangkap sebuah gambaran orang yang baru saja lewat di belakang tubuh Anin.

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang