Andi menghela napas panjang ketika dirinya gagal mendapatkan tiket penerbangan siang ini untuk Levita. Rasanya ia harus benar-benar menstock kembali kesabarannya yang sudah mulai menipis ini. Apalagi kini saat ia mendengar langkah kaki orang yang menuruni tangga rumah. Tidak perlu menjadi cenayang untuk mengetahui langkah kaki siapa itu? Tentu saja langkah kaki Levita yang sudah menuruni tangga dan berjalan ke arahnya serta Joanna.
"Selamat pagi," kata Levita sok ramah seakan kejadian pertengkaran hebatnya dengan Andi beberapa saat lalu tidak pernah terjadi.
"Selamat pagi, Lev," ucap Joanna kemudian ia menyesap kembali teh hijau miliknya.
"Hari ini kita jalan-jalan, ya?" Ajak Levita sok ramah kepada Joanna. Karena toh yang membuatnya jengkel adalah Andi, bukan Joanna.
"Maaf, Lev. Aku tidak bisa. Siang ini aku harus menjemput sekolah cucu-cucuku lalu setelahnya aku ada agenda bertemu dengan temanku."
"Lebih baik kamu turuti saja keinginanku biar aku cepat pulang dari tempat ini. Lama-lama enggak tahan juga aku dekat sama laki-laki modelan Andi," sindir Levita dengan telak kepada Andi. Bahkan setelah mengatakan itu, Levita melirik Andi dengan sudut matanya. Sayangnya Andi seakan tiba-tiba menjadi tuli. Andi tidak mempedulikan ocehannya yang sebenarnya sangat pedas ini.
Jika Levita berpikir sindiran pedasnya itu sanggup membuat Andi marah apalagi menimpali kata-katanya, maka ia sudah salah besar. Andi justru sangat mendukung kepergian Levita secepat yang ia bisa. Jika perlu saat ini pun Andi akan membantu Levita membuang kopernya dari lantai dua langsung dari jendela kamar.
"Apa kamu sudah mencari tiketnya?" Tanya Joanna kepada Levita dengan nada santai dan pelan.
"Belum. Biarkan Andi dan Bintang saja yang mencarinya. 'Kan mereka yang menyuruh aku untuk datang ke tempat ini."
Kini Joanna memilih mengalihkan perhatiannya kepada Andi yang sejak tadi memilih diam. Apalagi ketika Levita menyambangi mereka berdua di dapur, Andi semakin mengunci bibirnya rapat-rapat. Dari ekspresi dan gestur tubuhnya seakan Andi benar-benar tidak berminat untuk ikut dalam obrolan ini.
"Gimana, An? Bisa enggak kamu carikan aku tiket?" Tanya Levita sengaja menantang Andi.
Tak ingin membuang-buang tenaganya, Andi hanya menganggukkan kepalanya pelan. Joanna tahu jika Andi masih marah besar kepada Levita. Tak ingin membuat banyak masalah, Andi segera memesan satu tiket pesawat kelas bisnis untuk Levita. Andai saja Joanna tidak ada di dekat mereka, pasti Andi akan memesankan tiket kelas ekonomi saja untuk Levita ini. Tapi Andi tahu, jika ia sampai melakukan hal ini, kemungkinan besar Joanna akan murka. Hal-hal seperti itu yang harus ia minimalisir mulai saat ini. Mereka membutuhkan ketenangan serta kedamaian. Sudah cukup Levita saja yang menjadi ujian bagi hubungan mereka berdua sejak kemarin.
Setelah mendapatkan tiket penerbangan untuk sore hari, Andi segera menyerahkan handphone miliknya kepada Levita.
"Kamu isi email kamu. Aku mau kirim bukti pemesanan tiketnya "
"Okay," jawab Levita sambil mengetikkan alamat emailnya.
Selesai ia menuliskan alamat emailnya di handphone milik Andi, Levita menyerahkan kembali handphone itu pada pemiliknya dan ia menarik kursi yang ada di ruang makan lalu duduk di sana.
"Karena tiketnya malam, siang ini kita jalan-jalan, ya?"
"Kamu sama Bintang dan Andi saja, Lev. Aku beneran sibuk siang sampai sore ini."
"Dari tadi kamu ngomong gitu sih, Jo. Cuma ke Taman Sari dan Malioboro seberapa jauhnya sih dari sini? Enggak sampai dua puluh menit juga jaraknya kalo macet. Kamu 'kan tetep bisa jemput cucu-cucu kamu setelah kita dari Taman Sari."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Duda Meet Janda (Tamat)
Ficção GeralSpin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah kembali setelah pernikahannya dengan mantan suaminya yang bernama Ferdian Kawindra gagal di ten...