Sore ini Deva memilih memarkirkan Buggati Chiron milik Fabian di depan butik Ero. Saat ia memarkirkan mobil itu, di sana sudah ada mobil Ferrari merah milik Salma dan Range Rover Evoque hitam milik Nada. Melihat dua mobil temannya ini, tanpa banyak membuang waktu, Deva masuk ke dalam butik. Suasana butik sore ini sudah cukup sepi. Hanya tersisa beberapa karyawan saja di tempat ini.
Deva segera mencari kedua temannya ini yang ternyata sedang menikmati acara ghibah sore mereka di sofa pojokan ruangan.
"Hai, bestie," sapa Deva kepada kedua temannya.
Baik Salma maupun Nada langsung memutar kedua bola matanya dengan malas. Rasanya kata sapaan model seperti ini dari Deva pastilah ada suatu gosip hangat dan baru yang belum mereka ketahui.
"Happy banget lo, Sampah?" Ucap Salma sambil menatap Deva yang memilih duduk di samping Nada.
"Harus dong. Gue itu harus bahagia. Karena dengan berbahagia, beban hidup kita akan terasa lebih ringan."
"Prettt... Kaya lo punya beban hidup aja, Dev," ucap Nada sambil menaruh kembali majalah fashion yang tadi ia buka-buka sekedar untuk melihat trend-trend terbaru di dunia fashion.
"Punyalah. Mana ada orang hidup enggak punya beban apalagi masalah."
Salma akhirnya menanggapi perkataan Deva ini dengan santai.
"Beban hidup lo apa? Coba lo pikir baik-baik. Punya suami berondong seimut dan sebucin Fabian. Punya tiga anak yang lucunya enggak ketulungan. Punya Emak mertua seperti Tante Joanna. Sebentar lagi punya calon Bapak mertua yang sama edannya kaya lo. Terus beban hidup lo apaan?"
Deva memilih tersenyum. Lagipula tidak mungkin juga ia akan jujur kepada kedua temannya ini jika sebenarnya dirinya masih sering dianggap tidak layak mendampingi Fabian oleh keluarga besar Mama mertuanya. Ini yang membuat Deva selalu malas bertemu dengan mereka. Walau Mama mertuanya begitu baik kepadanya, namun tidak keluarga Mamanya. Sumpah, dari sorot mata mereka saja, itu sudah sangat bisa mengintimidasi orang-orang, apalagi perkataan yang meluncur dari bibir mereka. Benar-benar bisa membunuh orang yang mereka sedang anggap tidak layak ada di dalam circle mereka. Padahal dirinya menikah dengan Fabian bukan karena Fabian kaya raya dan merupakan seorang pewaris dari Kawindra Group. Deva memilih Fabian karena memang dengan Fabian ia merasa mendapatkan tempat ternyamannya. Hanya Fabian yang bisa menerimanya dengan tangan terbuka mengingat sifatnya yang sedikit gila hingga terkadang membuat orang mengelus dada.
Tidak mau meneruskan obrolan yang menurutnya berpotensi membuatnya menceritakan semua ini, Deva segera pamit kepada kedua sahabatnya dan berjalan masuk ke dalam untuk menemui Ero. Kali ini Ero harus membuatkan dirinya sebuah gown yang istimewa. Benar-benar harus istimewa karena akan ia gunakan untuk menghadiri acara ulang tahun perusahaan Fabian.
***
Suasana malam yang dingin dengan pemandangan gelapnya laut membuat Joanna memilih diam di tempat duduknya. Ia berusaha mengabaikan Andi yang duduk di sebelahnya. Sumpah, kelakuan Andi benar-benar menguras kesabarannya sebagai umat manusia. Bagiamana tidak, sejak mereka sampai di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Andi sudah heboh untuk melemparkan koin-koin ke laut. Tidak hanya itu saja, bahkan Andi sudah jajan p*p mie berkali-kali sejak sore hari.
"Kamu kenapa enggak makan sih, Jo?"
"Enggak lapar, An."
"Wah, beneran deh, Jo. Sebagai manusia kamu emang benar-benar bisa menahan napsu kamu dengan baik. Kalo aku sih nyium aroma mie di seduh aja udah rasanya pingin nyicipin rasa kuahnya."
Joanna tersenyum kecil dan ia gelengkan kepalanya.
"Kamu bisa menahan hawa napsu kamu dengan baik, An. Kalo enggak aku yakin kita sudah making love bareng sejak kemarin-kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Duda Meet Janda (Tamat)
Ficción GeneralSpin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah kembali setelah pernikahannya dengan mantan suaminya yang bernama Ferdian Kawindra gagal di ten...