84. Kejujuran Joanna pada Fabian

1K 163 2
                                    

Deva terbangun pukul empat pagi dan langsung menuju ke kamar mandi. Walau rasanya matanya masih ingin terpejam, tetapi ia sadar jika kini adalah waktunya untuk pergi ke salon. Dengan prinsip 'yang penting mandi' walau itu tidak sampai lima menit, Deva akhirnya keluar dari kamar mandi yang ada di kamar pribadinya. Kini ia menatap Fabian yang masih tertidur dengan pulas di atas ranjang sambil memeluk guling.

Segera Deva melangkahkan kakinya mendekati sang suami dan ia mencoba membangunkan Fabian.

"Bi, sudah mau jam setengah lima pagi. Ayo, bangun. Buruan kita ke salon."

Karena Fabian baru bisa tertidur pukul setengah dua pagi, ia memilih merubah posisi tidurnya yang membuat Deva melotot.

"Fabian, ayo buruan bangun!"

"Kamu berangkat sendiri aja, Dev."

"Terus kamu nanti gimana?"

"Nebeng sama Mama."

Tidak ada pilihan lain selain menyetujui usul Fabian kali ini. "Ya sudah, aku bawa mobilnya, ya? Nanti kamu nebeng Mama. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam," jawab Fabian singkat kemudian kini Fabian menarik selimutnya ke atas.

Cepat-cepat Deva keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke arah tangga. Saat sudah sampai di lantai satu, Deva memilih untuk melewati pintu belakang. Ketika ia akan menuju ke pintu belakang, dirinya tak sengaja bertemu dengan Andi di dapur.

"Good morning, Om," sapa Deva sambil lalu.

"Good morning, Dev. Lho kok kamu sudah rapi mau ke mana?" Tanya Andi ketika melihat Deva bahkan memilih berlalu begitu saja dan kini sibuk membuka kunci pintu belakang.

"Mau ke salon. Nanti Fabian nebeng sama Mama. Aku duluan ya, Om. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Andi hanya bisa melihat Deva yang berlalu begitu saja. Kini ia mulai meneruskan rencananya di dapur. Dirinya tahu bahwa gerakannya akan terbatas tetapi setidaknya ia memilih melakukan ini semampunya. Ini lebih baik daripada dirinya harus memakan makanan buatan Joanna untuk sarapan paginya.

***

Deva terus mengemudikan mobil untuk membelah kesunyian kota Jogja pagi-pagi buta ini. Dalam hati ia hanya berharap tidak akan bertemu dengan para remaja yang kurang kegiatan sehingga sering melakukan klitih. Walau dirinya memiliki kemampuan bela diri, namun tetap saja melawan anak dibawah umur yang seharusnya masih lucu-lucunya itu seperti buah simalakama. Andai ia hajar sampai babak belur, ujungnya nanti dirinya tekena pasal penganiayaan pada anak dibawah umur. Jika ia pasrah saja nyawanya yang mungkin akan terancam. Ya, ya, ya..  semoga saja dirinya tidak akan bertemu para remaja gabut yang sedang mencari jati diri itu.

Kini setelah berkendara sekitar 25 menit, akhirnya Deva sampai di salon milik Ero. Saat sampai di sana, ternyata Salma dan Nada sudah duduk di sofa panjang sambil memejamkan kedua mata mereka. Segera saja Deva berjalan menuju ke sana dan duduk diantara Salma dan Nada. Sengaja Deva mengangkat kedua tangannya dan ia tepuk paha Salma dan Nada.

Puk.... Puk... Puk....

"Bangun, bangun...," Kata Deva sambil menepuk paha kedua sahabatnya.

"Apaan sih, Dev? Gue masih ngantuk."

"Ada berita penting," ucap Deva tanpa tedeng aling-aling.

"Gue lagi enggak pingin dengar apa-apa. Porto saham gue lagi merah membara," oceh Nada yang membuat Deva tertawa.

Tentu saja Deva langsung tertawa karena ia tahu saham apa yang dimaksud oleh temannya itu. Sehari kemarin saham itu turun hingga 7 persen setelah pembagian deviden.

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang