56. Sosok Levita yang sebenarnya

1.2K 158 4
                                    

"Berangkatnya bareng sama aku aja, Jo?" Kata Andi sambil mencoba membujuk Joanna yang kali ini memilih untuk menunggu sang supir memutar balik mobilnya.

"Enggak, An. Rugi aku bayar semua bodyguard."

"Uangnya ditabung aja. Nanti aku kasih bodyguard yang mumpuni. Kamu mau yang model kaya apa?"

"Enggak, An. Aku enggak mau. Kayanya aku harus duluan ke kantor. Bye, An," ucap Joanna sambil mulai berjalan menaiki mobilnya.

Andi menghela napas panjang dan mau tidak mau ia segera membukakan pintu mobil itu. "Bye, Jo."

Setelah mobil yang ditumpangi Joanna berlalu dari halaman rumah ini, Andi bisa melihat sosok Fabian yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya. Sejak kejadian tadi, Andi benar-benar merasa canggung kepada Fabian. Bukan dirinya yang memilih diam, namun Fabian yang memilih mendiamkannya. Entahlah, kenapa hubungannya menjadi sekaku kanebo begini. Kini mau tidak mau Andi harus berpamitan kepada Fabian.

"Fabian, saya duluan ke kantor," ucap Andi yang membuat Fabian menoleh ke arahnya.

Anjirr...

Respon Fabian hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tidak ada kata-kata yang terucap dari bibirnya sama sekali. Kini mau tidak mau Andi segera masuk ke dalam mobil. Baru setelah Andi keluar dari halaman rumah sang Mama, Fabian langsung masuk ke mobilnya dan tancap gas menuju ke kantor.

***

Sejak pagi hingga siang hari ini, Andi memilih menyibukkan dirinya dengan segala macam pekerjaan. Bahkan ia sama sekali tidak menganggu Joanna. Rasanya ia sedikit malu karena insiden yang tadi terjadi di rumah Joanna.

Tok ...

Tok ....

Tok....

Sebuah ketukan di pintu ruang kerjanya membuat Andi mengangkat pandangannya dan ia segera mempersilahkan orang itu masuk ke dalam. Ternyata itu adalah Indira, sekretarisnya.

"Selamat siang, Pak."

"Siang, In. Ada apa?"

"Ada tamu yang mencari bapak."

Andi mengernyitkan keningnya. "Siapa?"

"Ibu Levita Ariana."

Andi mengangkat kedua alisnya ketika mendengar nama mantan teman kuliahnya ini datang ke kantornya.

"Bagaimana, Pak? Bapak mau menemuinya tidak?"

"Hmm, persilahkan dia masuk ke dalam saja."

"Baik, Pak."

Setelah itu Indira segera keluar dari ruangan Andi. Tidak lama berselang Levita masuk ke ruangannya. Mau tidak mau Andi harus berdiri dari kursi singgasananya dan menyalami Levita. Sejujurnya Andi cukup canggung ketika Levita memberikan sapaan lebih dari kemarin. Ia mencium Andi di pipi kanan dan kirinya. Walaupun hanya sekilas, tapi bagi Andi yang jarang memiliki gaya barat untuk menyapa orang yang tidak terlalu dekat ini, hal-hal seperti itu sangat membuatnya tidak nyaman.

"Lagi sibuk kamu, An?" Tanya Levita setelah ia selesai bercipika-cipiki.

"Lumayan lah, Lev. Duduk, Lev," kata Andi sambil mempersilahkan Levita untuk duduk di sofa berwarna coklat yang ada di ruangannya.

Levita menganggukkan kepalanya dan kini ia segera duduk di sana.

"Ngomong-ngomong ada apa sampai kamu memilih untuk datang jauh-jauh ke sini?"

"Cuma tadi lewat di depan dan aku rasa mampir ke sini enggak ada salahnya. By the way, kamu sudah makan siang, An?"

"Belum, Lev."

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang