69. Om Andi Berhak Bahagia

941 155 4
                                    

"What are you doing in here?"

Suara Anin yang bisa Andi dengar dari arah belakang tubuhnya membuat Andi langsung bangkit berdiri dan membalikkan badannya. Andi mencoba bersabar dan tetap tersenyum ramah walau wajah Anin sudah menyiratkan bahwa ia siap perang kapan saja. 

"Menunggu kamu. Ada hal yang harus aku bicarakan dengan kamu."

Anin tahu apa yang menjadi alasan Andi datang ke sini. Sayangnya ia benar-benar enggan untuk berdrama apalagi di tempat umum seperti ini yang kemungkinan besar perdebatan mereka bisa di lihat banyak orang.

"Aku rasa aku tidak mau ikut campur walau aku tahu apa yang terjadi di hubungan kamu dan Joanna saat ini. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini."

"Nin, hanya kamu yang bisa menjadi jembatan penghubung aku dengan Joanna saat ini."

Sumpah...
Rasanya Anin ingin melemparkan high heels Prada berwarna hitam yang membalut kakinya ke arah kepala Andi. Kenapa Andi benar-benar sok polos seperti ini? Seharusnya jika Andi merasa masalahnya dengan Joanna begitu penting, ia segera menyusul Joanna ke Jogja tanpa banyak alasan seperti ini.

"An, kalo kamu memang menganggap Joanna itu penting di hidup kamu, seharusnya kamu datang menemui dia sekarang. Kamu jelasin semuanya tanpa ada yang kamu tutupi sedikitpun. Kalo kamu jelasin semuanya ke aku juga percuma saja. Enggak akan ngaruh apa-apa, karena aku enggak mau ikut campur urusan kalian berdua."

"Aku belum bisa ke sana, Nin."

"Memangnya kenapa kamu enggak bisa ke sana? Semua itu cuma tergantung prioritas kamu saja."

Setelah mengatakan itu, Anin memilih membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Andi sendirian di dekat ruang tunggu pasien. Lebih baik ia tidak berlama-lama di tempat ini sebelum kesabarannya habis. Jangan sampai khodamnya keluar dan ia mengajak Andi bergelut di atas lantai rumah sakit.

***

Joanna menatap penampilannya malam ini di depan cermin. Ia cukup kaget ketika melihat tubuhnya seakan mulai membengkak karena pola makannya yang ngawur belakangan ini. Ia menggelengkan kepalanya dan memilih segera meraih tas bottega Veneta warna hitam miliknya dan segera keluar dari kamar. Malam ini ia akan bertemu dengan Samira dan Wisnuaji sekedar untuk membuang penatnya.

Saat ia menuruni tangga, Joanna bisa melihat Deva yang sudah memperhatikan dirinya dari sofa ruang keluarga.

"Mama mau ke mana?"

"Mau ketemu sama Samira dan Wisnuaji."

"Mau ngapain, Ma?" Jiwa kepo Deva mulai meronta-ronta ingin mengetahui kenapa Joanna ingin bertemu mertua sahabatnya itu.

"Nongkrong aja. Emang kamu doang yang bisa nongkrong sama teman-teman kamu? Mama juga bisa."

Buseett... Deva tak pernah mengira jika jawaban Joanna akan seajaib ini. Bahkan ia sampai speechless kali ini. Jika hanya nongkrong biasa, kenapa Joanna sampai berdandan resmi seperti ini. Deva tahu jika Joanna mengenakan set perhiasan keluaran dari Harry Winston yang dibeli bersamanya ketika mereka berlibur ke Eropa. Belum lagi tasnya, bottega Veneta yang Deva yakini andai ada jambret yang mengambil tas itu dan mengetahui harganya, bisa-bisa mereka serangan jantung dadakan.

"Kalo orangtua nongkrong yang dibicarain apa, Ma?"

Joanna tersenyum sambil menatap wajah Deva yang menyorotkan wajah ingin tahu tak tertahankan ini.

"Menurut kamu apa?"

"Menurut aku sih ngomongin keluhan kesehatan, tips-tips menanggulangi encok, pegal-pegal dan kesemutan, ngalor ngidulnya paling juga ghibahin anak, cucu sampai menantu."

When Duda Meet Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang