Andi berdiri sambil menyandarkan punggungnya di tembok. Ia memperhatikan Joanna yang tengah menyetrika baju milik mereka berdua yang telah kering.
"Di lihat-lihat kayanya kamu enggak luwes gitu, Jo pegang setrikanya."
Mendengar kata-kata Andi yang sejak tadi hanya sibuk mengomentari segala sesuatu yang ia lakukan, Joanna hanya bisa menghela napas panjang.
"Kamu itu kalo jadi komentator pintar banget, coba kamu kerjain sendiri. Paling-paling juga enggak bisa."
"Bukan enggak bisa, tapi enggak biasa aja."
"Kalo begitu berarti ya sama. Aku enggak pernah ngelakuin hal ini kalo enggak kepepet dari kecil. Jangankan nyetrika, nyuci baju, masak, sampai nyapu aja bisa dihitung pakai jari aku nglakuinnya."
Mendengar Joanna yang tiba-tiba sewot, Andi segera menarik tubuhnya agar berdiri tegak. Setelah itu Andi langsung melangkahkan kakinya mendekati Joanna. Joanna langsung menghentikan aktivitas menyetrikanya saat ia merasakan ada orang yang berdiri di sebelahnya.
"Kamu minggir dulu. Biar aku aja yang kerjain."
Joanna menelan salivanya. "Kamu serius, An?" Tanya Joanna pelan.
"Iya. Lagian di dunia ini cuma tiga hal yang enggak bisa laki-laki kerjakan dan harus dikerjakan oleh wanita karena itu kodrat. Selain itu semua pekerjaan bisa dikerjakan tanpa mengenal gender."
"Apa aja yang enggak bisa dikerjain laki-laki?" Tanya Joanna sengaja untuk mengetes Andi. Ia penasaran dengan apa yang Andi pahami tentang semua ini.
"Hamil, melahirkan dan menyusui. Selain tiga hal itu semua pekerjaan bisa dikerjakan oleh perempuan maupun laki-laki."
Setelah mengatakan itu, Andi menyenggol-nyenggol pelan lengan Joanna dengan lengannya agar Joanna menyingkir dari depan meja setrika ini. Saat Andi sudah berhasil mengambil alih posisi, kini ia segera melanjutkan aktivitas yang tadi sedang dikerjakan oleh Joanna.
Kali ini giliran Joanna yang justru memilih memperhatikan Andi. Sepertinya laki-laki ini justru kelihatan luwes daripada dirinya saat menyetrika baju.
"Kayanya lama jadi duda membuat kamu luwes juga melakukan kegiatan domestik seperti ini, An."
Bukannya merasa tersinggung, yang ada Andi justru tertawa cekikikan. Setelah tawanya reda, Andi baru menanggapi kata-kata Joanna ini.
"Berarti bagus dong, jadi duda membuat aku jadi mandiri bukannya tergantung sama orang lain."
"Bagus. Beruntung istri kamu besok. Apalagi kalo kamu bisa masak, nyuci, nyapu, ngepel. Ngirit banget, An enggak usah bayar pekerja rumah tangga."
Andi menghela napas panjang saat mendengar komentar Joanna ini. "Asal dia ikhlas aja suaminya jadi pengangguran. Jangan nuntut ke salon, shopping, ngemall, apalagi beli Hermes."
"Beli Hermes itu beda, An dengan merek lain. Kalo kamu sampai bisa beli tas Hermes Birkin langsung dari tokonya berarti kamu minimal sudah pernah belanja minimal six figures di sana."
"Berarti intinya harus jadi member dulu?"
"Ya begitulah, An."
Sambil melanjutkan acara menyetrikanya, Andi menggelengkan kepalanya.
"Sejujurnya aku enggak ngerti kenapa perempuan buang-buang duit sebanyak itu hanya untuk sebuah tas. Padahal satu tas bisa buat beli tanah beserta bangunannya lengkap sama furniture pula."
"Tas itu juga laku dijual dan bisa menjadi investasi."
"Iya, kalo enggak dimakan rayap."
Joanna memutar kedua bola matanya dengan malas. Kini ditengah-tengah obrolannya dengan Andi, tiba-tiba handphone miliknya berdering. Joanna langsung berjalan menuju ke arah handphone miliknya. Saat handphone itu ada di tangannya, Joanna mengernyitkan keningnya. Ia merasa heran karena tumben Robert sampai menghubunginya. Segera saja Joanna mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Duda Meet Janda (Tamat)
Fiksi UmumSpin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah kembali setelah pernikahannya dengan mantan suaminya yang bernama Ferdian Kawindra gagal di ten...