Erlan menguap di balik kemudi mobil yang ia kendarai. Kini ia memilih menepikan mobilnya di salah satu rest area di dalam tol.
"Pak, saya enggak kuat nyupir sampai Jogja."
"Ya sudah, jangan dipaksa. Biar saya yang gantikan kamu."
Erlan menghela napas panjang dan ia menutup kedua matanya. Andai ia masih memiliki energi yang cukup, rasanya ia ingin mengomel kepada Andi. Setelah masa-masa berat menyelamatkan Julien dan Zema, kini justru Andi langsung mengajaknya ke Jogja. Andai Andi adalah atasan yang peka, seharusnya ia memberikan libur untuknya.
"Kenapa enggak pakai helikopter aja sih, Pak? Atau sewa private jet juga enggak masalah. Lebih cepat dan hemat tenaga."
"Kenapa saya mesti buru-buru? Saya ini lagi mikir gimana cara ngomong ke Joanna. Sampai cepat di sana kalo belum matang persiapannya juga percuma. Mending uang sewa private jet buat kasih bonus ke kamu."
Erlan langsung membuka kedua matanya karena mendengar perkataan Andi ini.
"Wah, Pak... Saya siap nyetirin bapak sampai Jogja."
"Enggak usah, buruan kamu turun. Biar saya yang nyupir malam ini."
Erlan langsung menolehkan kepalanya ke arah belakang. Ia tersenyum bahagia karena dirinya bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Jarang-jarang boss-nya ini mau menjadi supir bagi anak buahnya. Kini setelah pergantian posisi tempat duduk ini, Erlan memilih duduk di sebelah Andi. Saat Andi mulai melajukan mobilnya kembali, Erlan mencoba untuk mengajak Andi ngobrol agar ia tidak ngantuk. Keinginannya untuk tidur hilang sudah hanya karena Andi menyinggung soal bonus.
"Pak, bapak serius ke Bu Joanna?"
"Iya. Memangnya kenapa?"
"Kalo bapak serius sama Bu Joanna, sebaiknya jujur saja tentang siapa mbak Kania atau perempuan yang ada di sekitar bapak seperti Indira, terus dua sahabatnya Mbak Kania. Hitung-hitung sebagai tindakan preventif agar tidak ada kecemburuan yang membabi buta."
"Joanna kenal Indira. Dia tahu kalo Indira adalah sekretaris saya."
"Tahu tidak berarti Bu Joanna tidak akan cemburu. Apalagi penampilan Indira seseksi itu setiap hari."
"Sudah, Lan. Lebih baik kamu tidur daripada ngerecokin saya yang lagi nyetir."
Erlan menghela napas panjang dan ia hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Ia tatap sosok Andi yang sepertinya tidak berminat untuk diberi nasehat sama sekali olehnya.
"Ya sudah, Pak. Hati-hati ya nyetirnya. Kalo capek lebih baik berhenti. Ingat, Pak, saya belum kawin."
Andi melirik Erlan dengan sudut matanya. Ia tatap salah satu orang kepercayaannya ini dengan gemas. Setelah itu Andi kembali fokus pada kemudi mobilnya.
Berjam-jam Andi menyetir seorang diri tanpa ada teman yang mengajaknya bergantian. Bahkan siapa sangka jika Andi sudah menyetir lebih dari lima jam non stop. Perjalanan dari Jakarta hingga Jogja yang menempuh jarak 553 kilometer yang seharusnya ditempuh dalam waktu berkisar 7 jam 30 menit via tol ini hanya ia tempuh dalam waktu 6 jam. Kini setelah Andi sudah keluar dari tol dan memasuki daerah jalan Wates. Ia menguap dan tiba-tiba rasa kantuk menyerang dirinya. Andi kaget ketika ada sebuah motor yang memotong jalannya begitu saja. Kaget dengan apa yang terjadi, akhirnya Andi memilih membanting setir ke arah kanan.
Brrukkk.....
Suara benturan keras pada depan mobilnya beradu dengan kap mesin mobil sebuah sedan berwarna hitam. Andi memang berhasil menghindari motor yang memotong jalannya namun kini yang ada ia justru menabrak mobil lain di arah jalan yang berlawanan dengannya. Kepala Andi bahkan sampai membentur setir mobil yang ia kendarai bersamaan dengan keluarnya air bag dari dalam mobilnya. Darah juga mengalir melalui pelipisnya. Sayup-sayup ia bisa mendengar orang-orang yang sedang berusaha menolongnya dan Erlan, namun yang ada ia terlalu lemah untuk membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Duda Meet Janda (Tamat)
Narrativa generaleSpin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah kembali setelah pernikahannya dengan mantan suaminya yang bernama Ferdian Kawindra gagal di ten...