Chapter 17

96 9 0
                                    

"Menangisi orang yang sudah tiada itu, sakit"

Ting.
Ting.
Ting.
Ting.

Suara notifikasi Kezia sangat menggangunya. Kezia sedang membaca buku di tepi kolam dengan semilir angin menerpa wajahnya. Namun, suara notifikasi ponselnya membuatnya terganggu.

Kezia sangat kesal. Bukannya membuka notifikasi tersebut, ia justru mematikan ponselnya. Ini baru tenang. Kezia kembali membaca bukunya dengan tidak ada gangguan.

••••

"Saya beli 2, Pak."

"Sebentar, saya buatkan," kata penjual es kelapa.

Ezra duduk di bangku dengan Arden dan Zea yang sibuk menepuk-nepuk celananya karena banyak pasir yang menempel.

"Kak Ze!" Panggil Arden menunjuk penjual es krim di sebrang sana.

Zea menoleh. "Kenapa?"

"Beliin."

Ezra melihat arah yang ditunjuk Arden dan mengajak Arden untuk membeli es krim di sana. Zea membuntuti Ezra. Apa dengan baju yang basah seperti ini ia akan ditinggalkan sendirian?

"Kenapa lo? Mau juga?"

Sebenarnya bukan ingin es krim, tapi saat Zea melirik es krim di gerobak penjual, ia jadi menginginkannya juga.

Zea membuang muka. Arden yang tau kakaknya seperti apa pun menarik tangan Ezra, dan laki-laki itu pun menekuk lututnya menyamakan tingginya. "Sebenarnya kak Zea mau, tapi gengsi," kata Arden.

Ezra melirik Zea sesaat. "Mau rasa apa?"

"Vanila."

Ezra heran. Membuang muka, tapi mau. Ia memberikan es krim tersebut pada Zea yang langsung di sahut olehnya.

"Punya ku mana, Bang?" Tanya Arden yang belum di kasih es krim.
Ezra lupa.

"Oh, iya, ini." Ezra memberikan es krim coklat yang diinginkan Arden.

"Anaknya ganteng, ya?"

Ada seorang ibu-ibu yang menggendong anak kecil sambil melirik Arden. "Istrinya juga cantik, apalagi ayahnya."

"Maaf, Bu, tapi it-"

"Terimakasih," ucap Ezra melirik Zea. "Ayo!" Ezra menarik tangan Arden untuk kembali ke penjual es kelapa.

"Terimakasih, Pak," ucap Ezra menerima pesanan es kelapanya dan membayar.

Zea hanya melihat gerak-gerik Ezra dari tadi. Ezra yang tau tidak menggubrisnya dan terus menggenggam tangan Arden untuk pulang.

Saat di perjalanan, Zea bersin-bersin karena hidungnya yang gatal. Arden melirik kakaknya dan melepaskan genggaman tangannya dengan Ezra.

"Kak Zea, nggak apa-apa?" Zea menggeleng. "Beneran?"

"Iya."

"Yakin lo? Wajah lo pucat." Ezra menatap wajah Zea yang sedikit pucat.

"Hem.."

KALANDRA with ES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang