Chapter 11

123 17 0
                                    

"Kesempatan bisa datang berulangkali, tapi sembuh sekali nggak semudah seperti dapat rasa sakit berkali-kali"

PLAK.
Suara tamparan keras dari Yusra yang menampar Adara. Tangan Adara ditarik hingga kamar mandi dan menyalakan shower.
PLAK.
Pipinya ditampar Yusra berulang-ulang kali menyebabkan pipinya merah. Adara menangis dan menangis, bagaimana tidak? Ini sakit. Ia sedari tadi hanya diam dan menuruti kemauan Yusra. Dari mengambil minum di dapur, memijat kakinya, dan membersihkan tempat kerja Papanya. Lelah, baru sampai dari sekolah dirinya langsung disuruh mencuci, kemana para pembantu rumah? Mereka disuruh pergi oleh Yusra.

"KEMARIN KABUR, TADI PAGI KABUR. KAMU TAU? PAPA KAMU TANYAIN MAMA TERUS SOAL KAMU!! KALAU MAU KELUAR ITU IZIN DULU, DARAA!!" Adara menundukkan kepalanya.
"KAMU DENGAR MAMA NGGAK?"

"Iya."

Yusra menarik rambut Adara untuk melihat wajahnya, lalu tersenyum. "Wajah kamu cantik, kenapa nggak kerja layanin om-om aja? Mau, ya, sayang?" Adara menggeleng. "KENAPA? KAMU MAU MELAWAN MAMA?"

"Aku nggak mau, Ma," jawab Adara dengan suara gemetaran.

"KENAPA?"

"Aku nggak mau."

"UDAH DEH. Kamu itu memang tidak ada gunanya," ucap Yusra yang sangat menusuk lubuk hati Adara.

Yusra keluar dari kamar mandi kamar Adara dan meninggalkannya. Dingin, peri di pipi, sakit di hati. Adara memandang pantulan dirinya dari cermin. Ia tersenyum miris. Bahagia. Bahagia macam apa ini?

"Wanita sialan itu merusak semua yang ada di rumah, dan bersikap seolah dirinya yang paling berkuasa. Akting lo bagus, tapi akting gua bakal lebih bagus dari lo."

Adara mengganti pakaiannya dan mengambil obat yang biasanya ia minum. Tidak lama, ia tertidur dengan pulas. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Yusra duduk selonjoran di atas sofa dengan memakan kacang yang ia buang sembarangan, menonton tv dan suara tawanya yang menyaring seisi rumah.

Suara mobil memasuki garasi membuat Yusra terbirit-birit mematikan TV dan berlari ke pintu rumah membukakan pintu rumahnya. Saat pintu akan dibuka Faiz, pintu rumah sudah terlebih dahulu terbuka olehnya.

Yusra tersenyum menyalami tangan Faiz dan mengambil tas yang berada pada tangan suaminya, "Biar aku bawain."

Faiz tersenyum. "Dara, mana?"

"Udah tidur, padahal mau ajak makan bareng sama kamu, tapi udah tidur. Kecapekan mungkin."

Faiz mengangguk. Ia berjalan menuju kamarnya dan melewati kamar Adara yang tertutup rapat. Lelah, pekerjaannya tadi sungguh sangat melelahkan. Harus bolak-balik karena salah membawa berkas, disisi lain asistennya sedang libur dan tidak memiliki asisten cadangan.

Faiz turun kebawah dan mendapati Yusra di dapur menyiapkan makan malamnya. "Kok akhir-akhir ini Dara sering tidak bercerita ataupun menemui ku seperti biasa? Bukannya dia suka manja?"

Faiz duduk di kursi meja makan dan langsung dihidangkan makanan oleh Yusra. "Mungkin terlalu kecapekan karena dia sekarang kelas 9 dan harus banyak belajar, kan." Memang benar, tapi itu hanya kebohongan Yusra saja.

Faiz mengangguk. "Semoga saja, iya. Terima kasih sudah menjaga Dara saat aku kerja dan tidak ada di rumah, sayang "

Yusra tersenyum. "Iya, sama-sama. Cobain dong masakan aku."

Faiz menyendok makanannya, "Enak kok, masakan kamu kan enak-enak."

"Bisa aja kamu, Mas."

"Besok aku ambil cuti, mau temani Dara di sekolah, katanya ada pergelaran agustusan. Kasihan kalau murid yang lain ada keluarganya, tapi Adara sendirian."

KALANDRA with ES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang