"Jangan samakan dengan hujan, rela berkali-kali jatuh demi melihatmu bahagia"
•
•Pagi harinya, Kezia bangun lebih dahulu dan membuka balkonnya. Angin dingin menyeruak, dan tangannya memeluk dirinya sendiri sambil memandangi keluar. Matahari belum sepenuhnya keluar, dan langit-langit masih gelap. Karena semalam hujan, walaupun tidak terlalu deras, itu membuat suhu menurun. Hembusan angin sejuk pagi itu menyegarkan, tapi dengan dinginnya yang menusuk-nusuk kulit.
Kemarin entah kenapa, Ezra pulang dengan keadaan demam bersama dengan Zea. Zayan khawatir dan menyuruh Ezra untuk tidak terlalu memikirkan hal berat dan beristirahat saja. Zea pun begitu, setelah kembali.
Zayan mendapatkan laporan, bahwa Ezra sedang mencari tempat wisata dan juga Vila di pegunungan. Walaupun Zayan sudah mengetahuinya dan memberikan izin, tapi saat asistennya akan merundingkannya kembali bersama Ezra dan teman-temannya, ia membatalkannya karena keadaan putranya.Arden sangat senang dan bahagia saat diajak Zayan melihat Ezra berlomba kala itu, lalu bertemu dengan Nathan yang sangat ia rindukan. Saat Zayan mengajaknya untuk kembali, Arden sedikit sedih. Tapi mau bagaimana lagi? Nathan juga tak tidak bisa membawanya.
Semalam, Zea dihujani berbagai pertanyaan dari Arden setelah memasuki kamarnya.
"Bagaimana bang Nathan?"
"Dimana bang Nathan sekarang?"
"Apa bang Nathan mau pisah lagi sama Arden lagi?"
"Bang Nathan udah nggak sayang lagi?"
"Setelah ketemuan dan peluk Arden, rindunya udah ilang?"Zea hanya tersenyum tipis seraya mengelus rambut Arden dan berkata, "Besok bang Nathan bakal kesini."
"Beneran?" Zea mengangguk.
Setelah bercerita mengenai Nathan, dan harus membuka semua yang Nathan alami saat Arden tidak ada. Arden menangis terharu. Ia tidak tau kalau abangnya mencarinya selama ini. Bahkan, setelah Arden diambil Zea dari panti asuhan. Nathan tidak sekolah hampir seminggu hanya untuk mencari keberadaan Arden.
Sementara itu, Arden jarang keluar dan selalu di dalam pekarangan rumah Zayan. Ia tidak berani keluar sendiri dan takut jika ada orang yang akan berbuat hal buruk kepadanya. Begitupun Zea, ia meminta Arden dengan lembut agar tidak keluar dan selalu di rumah saja. Agar tidak bosan, Zayan juga mengizinkan bocah itu untuk memakai beberapa fasilitas rumahnya. Seperti televisi, dan tablet dengan kontrol orang tua.
Walaupun hanya sebagai adik sepupu dari Zea, atau pembantu rumah. Zayan dan keluarganya juga menyukai Arden. Selain sikapnya yang ramah, lucu, Arden itu murah senyum, suka membuat orang di sekitarnya bahagia, dan juga perhatian. Tidak jauh beda dengan Abangnya, yaitu Nathan.
Zea baru saja memasuki dapur untuk membuat sarapan, setelah hampir 1 jam, ia kembali untuk membantu Arden menyiapkan dirinya sekolah. Dengan menata seragamnya, sepatu, hingga kaos kaki. Arden keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju polos biru dengan celana pendek dan tangannya yang menggosok rambutnya yang basah.
Arden menatap Zea dengan cemberut. "Kenapa disiapin? Aku bisa sendiri, kalau gini namanya nggak mandiri," katanya.
Zea menghampiri Arden dengan mengambil handuk dan mengusap rambut adiknya. "Ya, nggak apa-apa dong, cuman sedikit aja kok."
Arden bersedekap dada dan membuang muka. "Nggak! Aku maunya nyiapin semuanya sendirian, biar mandiri!"
Zea tersenyum tipis menatap sikap Arden yang sudah cemberut di pagi hari. "Ya, udah. Besok kakak nggak bantu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
KALANDRA with ES [END]
Teen Fiction"𝐋𝐮𝐜𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠, 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐝𝐢𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐢𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧. 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐨𝐥𝐚𝐡-𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐞𝐥𝐚𝐧" ••••••• Sejak kecil ditinggal oleh sang mama...