Chapter 22

102 10 0
                                    

"Memastikan dirimu terus bahagia adalah hal yang sangat penting"

"HAHAHAHA, Abang Rel mukanya kayak badut, alias monyet!" Tawa Arsa memberikan bedak pada wajah Garrel.

"Badut sama monyet kesamaannya apa?" Tanya Garrel pada Sean yang menonton televisi.

"Pikir aja sendiri, nggak usah ngajak-ngajak," jawab Sean dengan tidak mengalihkan pandangannya dan memakan cemilannya.

"Sama, bang, soalnya mukanya Abang bisa di mirip-miripin sama apapun itu," balas Arsa.

"Berarti nganteng dong?"

"Enggak juga sih."

"Sa! Coba lihat sana," tunjuk Garrel pada sapu rumah.

"Kenapa? Sapunya diem kok ditunjuk-tunjuk."

"Coba ambil." Arsa mengambil sapu tersebut dan memberikannya ke Garrel.

"Buat apa?"

Garrel berdiri dan menjadikan sapu tersebut sebuah tongkat, lalu mengangkatnya. "Kalau Abang merubah sapu ini, sapunya bakal jadi apa?"

"Pel-pelan"

"Salah!"

"Nasi Padang?"

"Ya kali, Sa."

"Terus apa?"

"Yah jadi sapu lah, mana bisa Abang merubah sapunya, kamu kira Abang pesulap?"

"Garing, bang, candaannya"

Garrel terkekeh. "Ini wajah Abang harus kayak gini terus?" Arsa mengangguk.

"Muka Garrel kenapa itu?" Tara baru saja memasuki rumahnya diikuti Gilang dibelakangnya.

"Abis Arsa kasih bedak," jawab Arsa, sementara Garrel menepuk-nepuk wajahnya menyingkirkan bedaknya.

"Bedak siapa itu, Sa?"

Arsa tersenyum dan memeluk pinggang Tara. "Bedak, Bunda."

Tara tersenyum kecut mencoba untuk tidak emosi. "Arsa... Bunda kan sudah bilang, jangan mainan bedak bunda lagi, mana bedaknya?"

"Itu," tunjuk Arsa di atas meja yang terdapat bedak dengan terbuka dan menampilkan sisa bedak tinggal setengah.

Tara menghela nafas panjang. "Maaf" kata Arsa.

"Janji nggak mengulanginya lagi?" Arsa mengangguk.

"Maaf, Tante," kata Garrel dengan tersenyum.

"Udah terlanjur, kamu bersihkan wajah kamu dulu gih," suruh Tara.

"Siap!"

"Sean! Titipan bunda tadi mana?" Sean mematikan televisinya dan kembali ke kamarnya dengan terburu-buru.

Sebelum memasuki kamarnya Sean sempat, "Maaf, Bun, lupa."

Lagi-lagi Tara menghela nafas panjang dan mengelus dadanya. Gilang hanya geleng-geleng kepala melihat sikap ketiganya. "Sabar, Bun"

"Gimana mau sabar? Baru pulang udah kayak gini, bedak habis setengah, titipan es kelapa bunda juga lupa," kesal Tara.

"Ya, udah," Gilang meraih kunci mobilnya lagi.

"Mau kemana?"

"Beliin bunda es kelapa, lagi kepengen kan? Biar aku beliin," jawab Gilang berjalan keluar.

"Ayah kamu kok tumben ya, Sa?" Arsa hanya diam.

"Bunda bawa apa itu?" Arsa meraih plastik yang Tara bawa.

KALANDRA with ES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang