Chapter 6

201 21 0
                                    

"Setiap ada pertemuan pasti ada juga perpisahan, tetapi dengan perpisahan itu bukan menjadi alasan untuk kita saling melupakan"
-Kezia Auristela.

"Nih! Buat lo." Darren tiba-tiba menghalangi jalan Kezia untuk memasuki kelasnya sambil menyodorkan kotak berwarna putih.

Teman sekelas Kezia langsung terdiam saat mendengar ucapan Darren, padahal tadi ramai karena hari Senin yang panas dan harus upacara. Apalagi sekarang jadwal guru killer untuk menjadi pembina upacara.

"Cowok playboy kayak lo ngapain tiba-tiba ngasih Kezia kek ginian? Minggir!" Suruh Novelia dengan mendorong bahu Darren.

Kezia memasuki kelas bersama Novelia, padahal Novelia tidak sekelas dengan Kezia. Darren tidak menyerah, ia menghampiri Kezia dan memberikan sebuah kotak berwarna putih dan membukanya. Isi kotak tersebut adalah coklat. Walaupun Kezia menyukai coklat, tapi bukan semua coklat bisa ia terima.

"Ambil aja, gua nggak lagi pengen," kata Kezia menolak pemberian Darren.

"Ini coklat mahal gua beli nitip nenek gua waktu umroh, yakin lo nggak mau terima?" Tawar Darren yang membuat Kezia menggigit bibir bawah.

"Ya, udah sini! Makasih," jawab Kezia dengan menahan senyumnya.

"Gua balik dulu," pamit Darren kembali ke bangkunya.

"Ngapain lo terima, ZIAAA!" Kesal Novelia mengambil kotak putih tersebut.

"Kalau ini gua nggak bisa nolak," jawab Kezia dengan tersenyum memamerkan giginya seraya mengambil kotak putih itu dari tangan Novelia.

"Terserah! Gua mau balik ke kelas aja." Novelia langsung keluar dan Kezia hanya melihat Novelia dari jendela kelasnya.

"Rezeki pagi-pagi nih," celetuk Kezia pelan.

••••

Di pagi hari, di hari Senin yang panas. Terdapat siswa-siswi SMA Sayap Garuda yang mengeluh karena bapak kepala sekolah yang bernama pak Dika. Beliau selalu menjelaskan sesuatu secara rinci hingga intinya yang membuat upacara pagi ini sangat lama. Hampir satu sekolah menyukai pak Dika karena cara beliau yang selalu bagus dan efisien dalam memberikan pengarahan.

Tidak hanya singkat dan jelas saja, tetapi juga secara rinci dalam kalimat yang tidak terlalu panjang. Tetapi pagi ini pak Dika berbeda dari sebelumnya, dari raut wajahnya saja sudah jelas bahwa pak Dika sedang tidak dalam mood yang bagus. Cukup dari raut wajahnya saja sudah dapat terlihat wajah beliau yang sepertinya sedang sedikit sedih, tapi bukan berarti bisa diimbaskan ke anak didiknya.

Sementara itu, Zea dan Sheila kepanasan dengan keringat yang terus bercucuran dari kening kepalanya. Bagaimana tidak? Mereka berdua dan para peserta yang lainnya juga merasakan hal yang sama, yaitu dibakar oleh teriknya matahari di pagi hari. Baju para siswa laki-laki juga basah karena keringat mereka yang membasahi, bahkan hingga ada juga yang transparan.

"Eh, Zea! Gua pingsan, ya? Ngak kuat lagi gua berdiri, lo liat nih kaki gua gemetaran," ucap Sheila yang sudah tidak kuat lagi berdiri.

Zea melirik Sheila yang terus meliriknya dan juga menunggu jawaban. "Lo pingsan tinggal pingsan aja apa susahnya? Nanti gua temenin di UKS biar gua juga ikutan."

Sheila tersenyum dan memberi ancang-ancang untuk jatuh. Saat benar-benar tubuhnya ambruk, Sheila menyempatkan diri untuk melirik Zea yang mendekat dan memberikannya jempol. Peserta upacara yang berada di sekitarnya langsung memandanginya jatuh dan ada juga yang ikut mendekat untuk memberikan pertolongan sebelum petugas PMR datang.

KALANDRA with ES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang