Chapter 41

74 11 0
                                    

"Tersenyum membuatku bahagia. Tersenyumlah, kau terlihat cantik saat bahagia"
-Nathaniel Arsenio.


Nathan menatap langit-langit dengan tersenyum dari jendela elf, ia menyandarkan punggungnya dan terus menatapnya.

••••

Banyak orang-orang di luar sana yang diam dan mengatupkan bibirnya. Aku ingin membuat bibir mereka terangkat dan membentuk bulan sabit.

Sedikit saja aku melihat senyumanmu, itu sudah membuatku cukup senang. Ada berbagai jenis dan macam-macam senyuman, tapi senyuman yang benar-benar tersenyum itulah yang ku sebut indah.

Kepercayaan diri itu perlu, jangan merendahkan diri dan melihat orang lain dengan rasa iri hati. Tetaplah bercermin dan lihatlah dirimu. Cari kesalahan dirimu dan jadikan pelajaran, bukan sebagai masalah. Buat kesalahan tersebut menjadi sebuah perubahan.

Pancarkan aura mu dengan selalu berbaik hati dan ramah pada orang lain. Walaupun orang itu menatap kita aneh, tapi ini dirimu sendiri, dan aku memiliki hak untuk diriku sendiri.

Orang-orang membicarakan mu, dan mencemooh mu. Jangan pikirkan itu. Anggap saja itu kata penyemangat untuk menuju perubahan yang lebih baik. Sulit memang, tapi jika bukan kau yang melakukanya sekarang, ingin kapan?

Kesulitan yang kau hadapi sekarang akan memberikanmu perubahan besar saat kau menerjangnya. Kita sering memikirkan hal-hal berat, padahal belum mencobanya. Jangan pikirkan itu! Kita tidak tau kedepannya, maka dari itu kau harus mencobanya.

Jangan hanya diam dan menyia-nyiakan waktu, tapi buat waktu itu bermanfaat, dan tetap dengan rasa menyenangkan.

••••

"Ma, Ezra hari ini menang di perlombaan yang berbeda. Dan ini impian yang pernah Ezra ceritain. Walaupun mama udah tau karena lihat Ezra dari atas, tapi Ezra pengen cerita sama Mama." Ezra mengelus batu nisan Varsa.

"Kalau Ezra ikutan mama gimana?" Zea membulatkan matanya, lalu memukul bahu Ezra pelan.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh, pasti Tante Varsa juga nggak suka Lo ngomong kayak gitu," ujar Zea.

"Kalau misalnya gua duluan gimana, Ze?" Ezra menatap manik mata Zea dengan matanya yang berair. Ezra ingin meneteskan air matanya.
Zea terdiam.

"Akhir-akhir ini gua ngerasain sesak di dada gua, dan itu sakit banget," kata Ezra.

"Permintaan gua tinggal satu." Zea menatap Ezra. "Jagain Kezia," Lanjutnya.

Zea menggeleng. "Lo bakal sama kita terus, dan nggak ada yang bakal misahin kita selain maut."

"Iya, mautnya udah menjemput. Tadi di putaran terakhir gua saat renang. Gua nahan sesak dalam air, dan itu sakit, Ze." air mata Ezra sudah tidak terbendung lagi, dan menetes membasahi pipinya.

Tidak dapat dipungkiri, Zea melihat Ezra menangis. Mata yang selalu menatapnya datar, sekarang sayu dan menyakitkan. Ezra seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya merasa kurang bebas dalam kehidupannya. Seakan-akan ada orang yang selalu melihatnya untuk menjadi sasarannya, tapi Ezra tidak mengetahuinya siapa itu.

KALANDRA with ES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang