14

45 5 3
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

Karena jika sudah luka,
sukar kembali bersikap biasa.

- Arah Pulang -

        "Papa pengen ketemu Ga. Tolonglah temuin dia." tanganku yang hendak menyuapkan roti itu terdiam beberapa saat, sebelum aku kembali menikmatinya lagi tanpa memedulikan ucapan Kak Keisya.

"Kemarin dia nungguin kamu sampe larut malam." tambahnya. Aku meneguk susu untuk menutup sarapan pagi itu.

Menyambar tas, sebelum mengatakan. "Gue gak pernah minta dia buat nunggu."

Aku berlari untuk membukakan pagar, menatap Kak Indah yang katanya ingin pergi ke sekolahku untuk bertemu Kak Ghifar. Jadi, pagi ini dia memutuskan untuk berangkat bersama.

"Jingga!" aku menoleh, menatap Kak Keisya yang menatap Kak Indah dengan pandangan penuh tanya. Sebelum ia kembali alihkan menatapku.

"Apa kamu gak mau ngerasain kasih sayang Papa, kayak orang lain?" aku diam. Ada yang menghantam dadaku dengan keras. Mataku bahkan hampir berkaca-kaca mendengar itu.

"Dia sayang sama kamu Ga." Aku diam, mengalihkan pandangan ke segala arah agar tangis itu tidak pecah.

Anak perempuan mana yang tidak ingin merasakan kasih sayang ayahnya? Seperti merasakan bagaimana bercerita sebagai teman perjalanan pergi ke sekolah. Atau menumpahkan segala sesak di bahunya.

Anak perempuan mana yang tidak ingin saat terjatuh mencari ayahnya?

"Kak tolong ya, gue ga mau bahas ini." balasku.

"Dia cuma pengen ketemu kamu Ga. Sesusah itu?" tanyanya lagi membuat aku menghela nafas.

"Iya. Gue gak mau soalnya." Kak Keisya menggelengkan kepala mendengar itu.

"Kecewa kamu sama Papa tu gak masuk akal." aku menatap Kak Keisya dengan tajam. Sangat tidak menyukai kalimat yang baru ia lontarkan.

Aku tak membalas, memilih untuk menaiki motor Kak Indah yang pagi ini sudah di suguhkan drama keluarga.

***

     Aku memelankan langkah, sangat tidak nyaman saat entah mengapa merasa banyak manusia yang menatapku yang sedang berjalan di lapang.

Aku merasa tidak ada yang salah, seragamku normal seperti siswa lain. Make up yang aku gunakan pun standar untuk takaran seorang siswa.

Entah aku yang terlalu percaya diri atau memang sebenarnya ada yang perlu mereka tatap sambil berbisik-bisik menimbulkan asumsi-asumsi di kepalaku.

"Senja!" aku menoleh, menatap Kak Ghifar yang sedikit berlari menuju ku. Dia menarik ujung lengan seragamku, meminta agar berbalik membelakanginya.

"Kak-" ucapan itu terhenti saat dia melingkarkan jaketnya di pinggangku. Aku menahan nafas, merasakan getaran hangat itu menyapa dadaku.

"Ikat." ucapnya meminta agar aku mengikatkan lengan jaketnya yang ia lingkarkan di pinggangku.

"Pegangin." aku menitipkan barang jajananku padanya, masih tidak mengerti mengapa ia melakukan hal demikian.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang