Extra Chapter 3

76 6 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

- Arah Pulang -

        "Aura pengantinnya keliatan banget ya," aku mendelik mendengar godaan dari Kak Alif. "Baru seminggu gue gak gendong, kok beratnya kayak bertambah Kak Kei?" tanyaku mengalihkan topik.

"Kemarin di timbang alhamdulillah naik 1 kg." aku mengangguk, menatap mata bulat Nataya yang seperti sedang menatapku.

"Gimana? Betah disana?" aku melirik ke arah Aksa yang sedang meneguk tehnya lalu mengangguk.

"Kalo progres pembuatan keponakan gue, udah berapa persen?"

Uhuk!

Bukan, suara itu bukan berasal dariku tapi dari Aksa. Dia menatapku sebentar sebelum kembali terbatuk-batuk. "Minum air putih dulu Sa," Kak Keisya menyodorkannya segelas air putih membuat Aksa langsung meneguknya.

"Pertanyaannya Lif," Kak Keisya mencubit pelan perut Kak Alif sebelum sang empu meringis.

"Loh, itu bagian progres terbesar dari pernikahan." aku menatapnya tajam mendengar itu. "Lo diem ya," sengitku membuat Kak Alif tertawa puas.

"Katanya kalian mau muncak minggu ini?" Aksa membenarkan. "Ini mau sekalian beli perlengkapan," balasnya.

"Gue belum punya perlengkapan naik gunung sebelumnya." tambahku. Aksa sedikit melirik bayi di dalam gendonganku membuat aku mendengus.

"Mau gendong?" dia sempat menatapku membuat dia menggeleng kecil. Aduh, wajahnya itu ingin sekali aku karungi.

"Gak papa loh Sa kalo mau gendong." ucap Kak Keisya membuat Aksa menggaruk tengkuknya.

"Takut," bisiknya pelan membuat aku tertawa. "Ini udah gak bayi lagi Sa, udah MPASI." jelasku.

"Coba, ayo." aku memintanya agar bersiap sebelum mengalihkan Nataya ke dalam dekapannya.

Tangan kecil itu merambat pada wajah Aksa, matanya yang bulat mengerjap membuat sudut bibir Aksa berkedut.

"Ini bulan depan harus jadi kayaknya." Kak Alif tiba-tiba memecahkan keheningan membuat kami menatap penasaran.

"Apanya yang jadi?" tanyaku. "Keponakan gue lah-" kali ini ucapannya tidak berhasil ia lanjutkan karena terjeda oleh lemparan bantal sofa olehku.

"Ya, do'ain aja." balas Aksa membuat mataku melotot. "Sa,-"

"Itukan doa baik Ja, masa gak boleh di aamiinkan." aku mendelik, menatap sinis sebelum beranjak menuju dapur.

Aku membuka lemari es, mendapati dua buah cup es krim strawberry membuat aku tersenyum nakal. Aku mengambil satu cup yang masih belum tersentuh, "Gue minta ya?" izinku pelan sebelum mengeluarkan es krim itu dari dalam kulkas.

Aku berjalan ke arah kursi makan, menikmati sensasi dingin dan candunya es krim ini. Sebelum seseorang memasuki dapur, menarik kursi di sampingku sambil melirik cup es krim yang sedang aku nikmati.

"Itu punya Kak Alif?" aku melirik ke arahnya sebelum mengangguk. "Kok gak izin?" aku meringis mendengar itu.

"Udah kok," dia menatapku penuh curiga. "Tadi aku izin Sa, sumpah.-"

"Ya, cuma emang pelan aja." lanjutku membuat dia menyentil dahi itu membuat aku menatap protes. "Mau?" tawarku sambil menyodorkannya sesendok es krim.

"Eh nggak deh, aku mau berbagi apapun. Kecuali es krim strawberry." balasku membuat dia mendengus.

"Tadi marah?" aku yang akan menyendokkan kembali es krim terdiam sejenak. Menatapnya sebelum bertanya, "Karena?"

"Pembahasan tadi." jelasnya membuat aku diam. "Pembahasan tentang anak akan selalu menjadi hal sensitif bagi setiap perempuan Sa." kataku pelan.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang