Extra Chapter 2

60 6 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

- Arah Pulang -

      "Ini buah-buahannya di masukin kulkas juga?" dia menatapku yang sedang memotong bawang.

"Iya, itu sayur yang udah agak layunya tolong di pisah ya Sa?" dia mengacungkan jempol mendengar itu. Aku terkekeh kecil, masih belum menyangka tinggal di rumah laki-laki yang bahkan tidak pernah terbersit sedikit pun dalam pikirku.

"Boleh tolong ikatin rambut aku gak?" dia yang baru mencuci tangan menatapku. Dia mendekat, meraih ikat rambut yang sudah sedikit melorot di rambutku.

"Masak apa?" pertanyaan itu tepat berada di telingaku membuat tubuhku merinding seketika. "Kata Papa kamu suka ayam Reeches? Aku mau coba buat." balasku sambil meliriknya yang menatapku dengan senyuman tipis.

Dia meraih semua rambutku ke dalam genggamannya. Sial, tangannya merambat ke daerah leher membuat aku menahan nafas. "Wangi," katanya sambil mencium aroma rambutku yang sudah berhasil ia ikat.

"Modus," dengusku membuat dia tertawa pelan. "Mau ada yang dibantu gak?" tanyanya sambil beralih berdiri di sampingku.

"Tolong lumurin ayamnya pake tepung boleh?" dia menatap ke arah pekerjaan yang baru aku lontarkan.

"Tepung basah dulu? Ini sekali lumur atau harus bolak-balik?" aku yang sedang membalikan ayam menoleh.

"Sekali cukup kayaknya."

***

       "Hujannya awet," ucapku sambil meletakkan potongan apel yang baru aku bawa. Menatap rintikan hujan yang masih membasahi tanah di sore ini.

"Sini duduk," dia menarik lenganku agar terduduk tepat di sampingnya. Menatap guyuran hujan di gazebo belakang.

"Maaf ya bawa kamu buat jauh dari Kak Keisya," aku mendengus mendengar itu. Mengambil potongan apel dan memasukkannya ke dalam mulut.

Dia sedikit membenarkan letak duduknya, "Mau nyender gak?" aku tertegun, sial jantungku berdesir mendengar tawaran itu. Aku memberanikan diri menatap dia yang melirik bahunya untuk memperjelas tawaran itu.

Aku mengambil alih piring yang berisikan apel itu ke dalam pangkuanku, sedikit menggeser dan meletakkan kepalaku di bahunya. Aku merasa hawa panas menjalar ke wajahku. Sempat mendapati ia mengulum senyum, tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan kiriku. Karena, aku mencoba mengalihkannya dengan tetap memakan apel.

"Papa belum pulang?" tanyaku membuat dia menunduk untuk menatap ke arahku. "Kalo udah pulang ke kampung halamannya. Jangan kamu harap dia bakal pulang sebelum dua bulan." balasnya membuat aku terkekeh.

"Senja?" aku mendongkak menatap matanya yang sama sedang menatap ke arahku. "Kalo laki-laki itu bukan aku, apa kamu tetep mau melanjutkan ta'arufnya?" aku terdiam sejenak atas pertanyaan itu.

"Kenapa nanya gitu?" genggaman tangan kanannya ia lepaskan, beralih meraih pinggangku untuk lebih merapat padanya membuat hawa panas menjalar di seluruh tubuh.

"Pengen tau aja," aku menghela nafas, tangan kiriku memainkan jari jemari tangan kirinya. "Dari awal aku gak tahu siapa laki-lakinya. Jadi, misal itu bukan kamu aku tetep bakal kasih kesempatan sama buat mencoba mengenal dia." kataku.

"Tapi Aksa, aku bersyukur laki-lakinya kamu." dia masih menatapku. "Karena aku gak perlu ngalamin proses pengenalan lagi, atau menjelaskan hal-hal kecil karena kamu tau segalanya." dia tersenyum tipis.

"Kamu tau gak aku pernah ajuin pembatalan soal ta'aruf kita?" aku masih mendongkak menatap matanya saat kami berkomunikasi.

"Karena jawaban dari aku lama ya?" cicitku pelan. Dia menggeleng membuat aku menatap penasaran. "Bukan, aku udah jatuh cinta sama yang lain." aku melebarkan mata, hendak menjauh darinya sebelum rangkulan pada pinggangku ia eratkan.

"Ih jahat banget sumpah." aku mendelik tajam, dia malah meniup wajahku sambil tersenyum kecil.

"Perasaankan gak bisa kita kontrol." aku mencubit pelan perutnya. "Kasian banget perempuan yang kamu cintai." ucapku miris, kali ini dia tertawa puas. Aku menatap penuh curiga padanya. "Godain aku ya?" tanyaku mendelik, dia kembali tertawa mendengarnya.

"Aku jatuh cinta Senja-"

"Sejak pertemuan pertama kita." lanjutnya membuat aku tertegun beberapa saat. "Di kantor?"

"Bukan, di taman. Aku kasih kamu payung waktu itu." Benar, aku ingat payungnya.

"Oh iya, kamu pemilik payungnya kan? Aku nyari loh karena mau bilang makasih." aduku antusias. "Kok bisa-, jatuh cinta? Kita kan belum terlibat obrolan apapun."

"Itu juga aku random kasih payung ke kamu, tapi setelahnya malah mimpiin terus. Sampe akhirnya aku tahu perempuan itu kamu."

"Tapi, aku jatuh cinta bukan karena tahu kamu perempuan yang di taman itu. Setelah mengenal lima bulan, aku punya banyak list yang ingin di capai dengan ada kamu di dalamnya." aku tersenyum mendengar itu.

"Tau kenapa aku blok kamu dan mengundurkan diri?" aku menggeleng menatap dengan penuh penasaran. "Aku cemburu dan aku pikir aku gak akan pernah punya kesempatan karena kamu punya kesempatan besar buat balik ke masa lalu." adunya.

"Aku juga mengajukan pembatalan pada Kak Alif karena aku udah jatuh cinta sama kamu. Kejutannya, Tuhan mempersatukan kita dengan cara yang gak terduga." aku menggenggam tangannya mendengar itu.

"Kenapa kamu mau ta'aruf?" tanyaku membuat dia sempat berpikir beberapa saat. "Kak Alif sering banget bahas kamu."

"Terus langsung nawarin ta'aruf?" dia menggeleng. "Karena seringnya CV yang kamu tolak, dia bingung. Akhirnya nawarin biar aku coba juga." katanya.

"Terus kamu langsung mau?"

"Ya nggak lah, butuh proses." katanya sambil menyentil dahiku. Aku mendengus, "Terus kenapa bisa mau?"

"Kak Alif maksa," jawabnya membuat aku menyipitkan mata menatap sinis. "Kalo gak di paksa berarti gak mau?" tanyaku dengan nada dingin, dia menatap mataku sambil tertawa pelan.

"Mungkin iya," aku mencubit perutnya membuat tawa itu semakin renyah. "Ih, terus alasan sampe kamu mau apa?"

"Serius, Kak Alif maksa terus buat aku coba. Ya udah, gak ada salahnya untuk saling kenal dulu kan?" tanyanya, tangan itu merambat untuk mengelus kepalaku.

"Dia cuma pengen kita coba untuk berteman. Gak pernah berharap kita bakal ngebangun ikatan." jelasnya.

"Kak Alif juga gak pernah kasih foto kamu, bahkan nama kamu pun nggak." adunya lagi. "Kok kamu langsung mau? Kalo tiba-tiba orangnya gak sesuai ekspetasi kamu gimana?"

"Aku gak pernah nge-ekspetasikan apapun tentang kamu. Karena aku juga punya kepercayaan besar sama Kak Alif." aku tersenyum.

"Aksa? Makasih ya udah mau mencoba mengenal aku. Karena mungkin kalo kamu nolak dari awal, aku gak akan pernah punya kesempatan untuk sadar bahwa cinta selama ini yang aku rasain adalah bentuk dari rasa gak terima." dia mengusap kepalaku.

"Aku yakin, kamu jadi salah satu kenapa aku setuju untuk di lahirin di dunia." dia terkekeh kecil, wajahnya memerah mendengar itu.

_______________________

📝desyaulia213
📚Kuningan, 19 Januari 2024

jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan UTAMA!
jazakumullahu khairan☂️

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang