24

55 5 2
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

gimana? udh liat trailernya??

Kehilangan adalah salah satu kenyataan paling menyakitkan.

- Arah Pulang -

       "Papa sakit Ga." aku sempat terdiam beberapa saat sebelum kembali meneruskan sarapan. Tidak menanggapi kalimat yang baru di lontarkan Kak Keisya.

"Gue berangkat," aku mengatakannya setelah selesai meneguk segelas susu. Tangan Kak Keisya menahan lenganku. Aku terdiam sebelum mengecup singkat pipinya.

"Dah," aku berlalu, membuat helaan nafas berat itu terdengar.

"Mama? Mama?" aku membawa boneka teddy hadiah ulang tahun dari Papa. Berjalan kesana kemari untuk menemukan Mama namun gagal. Saat itu Kak Keisya sedang sekolah.

Prang!

Aku menatap kamar Papa dan Mama, teriakan itu semakin mendengungkan ruangan. "Kurang apa aku Mas?!"

"Siapa perempuan itu?!"

"Apa hanya karena aku yang gak bisa kasih kamu anak laki-laki, kamu bermain gila?!" teriakan Mama membuat aku terdiam, aku tak paham saat itu. Hanya takut saat mereka saling berteriak beradu argumen.

Setelah itu, Papa turun. Dia menatapku, berjalan mendekat lalu mengecup keningku sebelum berlalu meninggalkan rumah.

"Papa?" aku menatapnya. Mobil yang melaju cepat meninggalkan halaman rumah. Mengalihkan pandangan kesegala arah meminta penjelasan dengan apa yang baru saja terjadi.

Setelah itu, aku memberanikan diri untuk menaiki tangga. "Mama?" tidak ada sautan atas itu.

Aku memberanikan diri untuk mendorong pintu kamar yang tertutup, sesuatu yang membuat aku membeku tanpa tahu harus berekspresi seperti apa.

Seutas tali berhasil membelenggu lehernya. Tubuhnya hanya berhasil di topang oleh tali yang menggantung. Nafasku memburu, aku bahkan menatap pergelangan tangan Mama yang meneteskan darah.

"Mama?" mataku terpejam, masih ada sisa-sisa air mata di sana. Semenjak itu, aku membenci apapun yang berkaitan dengan Papa.

"Senja?" aku tersentak, menatap satu mobil yang sudah menepi. "Mas Faiz?" balasku membuat dia menipiskan senyuman.

"Naik, Mas anter." dia membukakan pintu di sampingnya membuat aku dengan ragu menyetujui.

***

     "Kak Ghifar kok bisa gak masuk SNMPTN si? Padahal nilainya tinggi, sertifikat kejuaraannya juga banyak." aku terdiam menatap deretan nama yang masuk perguruan tinggi negeri tanpa seleksi itu. Sebelum memutuskan untuk keluar kelas.

Berlari menelusuri koridor kelas 12 yang saat itu penuh dengan tangis, entah bahagia ataupun duka. Aku berhenti, tepat berada di hadapan Kak Andre. "Kak Ghifar mana?" tanyaku dengan nafas yang tidak teratur.

"Dia pulang duluan tadi." aku terdiam lagi. Membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika nilai turun saja bisa membuat Papanya semarah itu.

Aku membenturkan punggungku pada tembok, memegang kepala dengan nafas yang masih coba aku redakan. "Kenapa?" Kak Andre memegang bahuku membuat aku mendongkak.

"Kak Andre tahu apa yang bakal terjadi sama Kak Ghifar?" keningnya berkerut tanda ia tidak mengetahui apapun. Aku menghela nafas, tahu bahwa Kak Ghifar pasti tidak akan membicarakan masalah pribadinya.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang