58

52 5 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

- Arah Pulang -

      "Mau pesen apa?" aku mengintip sedikit daftar menu yang sedang ia buka membuat dia mendengus. "Mbak, boleh menunya di bawa dulu?"

"Boleh Kak, silakan." dia berjalan mendahului, aku tersenyum kecil saat menyadari bahwa ia paham aku membutuhkan waktu lama untuk memilih makanan.

Dia memilih meja yang tepat berada di samping jendela besar. Masih menurunkan rintiknya membuat kaca besar itu sedikit beruap. "Pilih dulu." dia menyodorkan buku menu itu saat setelah aku terduduk nyaman.

Sekitar 10 menit, aku belum menemukan makanan yang aku inginkan. Daftar menunya terlalu banyak dan itu sedikit membuat aku kebingungan. "Kak, gue bingung. Lo pesen duluan aja deh," dia mendengus mendengar itu.

"Katanya lo mau yang berkuah? Bakso di sini recommended banget menurut gue." sarannya membuat aku beberapa kali menimang.

"Boleh deh, minumnya mineral aja." dia mengangguk, beranjak dari kursi sebelum kembali ke meja resepsionis.

"Eh, gue lupa. Tadi langsung bayar di sana? Jadi berapa?" tanyaku sambil mengeluarkan dompet. Dia menyodorkanku sebotol mineral sebelum berkata, "Gak usah."

"Ya gak bisa gitu dong Kak, gue juga-" ucapan itu terhenti saat dia menatapku dengan pandangan tak suka. Setelah hampir lima bulan mengenal dia, aku mengetahui arti tatapan itu sebagai makna bahwa dia tidak ingin di debat.

"Oke, tapi next harus gue yang traktir. Terimakasih banyak ya Bapak fotografer." ucapku membuat dia mendelik tipis.

"Oh iya, makasih juga udah bantu nyari model kemasan yang akhirnya bisa lo bilang menarik." sindirku membuat dia tertawa kecil.

"Gue objektif ya, kalo emang gak menarik gue jujur." aku memutarkan bola mata malas mendengar itu.

***

     Saat akan keluar cafe langkahku terhenti, menatap satu manusia yang sedang berada di depan meja resepsionis. "Mie ayamnya satu, pake sendok ya Mbak." langkah Kak Aksa yang berada di hadapanku ikut terhenti saat matanya menatap aku membisu.

Aku mengalahkan pandangan ke berbagai arah, hampir delapan bulan ini belum pernah dipertemukan kembali. Mataku menatap satu lingkaran di jari manisnya, hal yang sama membuat aku kembali di tarik dimensi bahwa bersamanya adalah ketidakmungkinan paling besar.

"Senja," Kak Aksa kembali menatapku saat bibir laki-laki tadi berhasil melontarkan namaku. Aku mengerjap beberapa kali sebelum keluar dari cafe itu tergesa.

Masih menatap guyuran hujan yang membuat dadaku ikut terasa sesak. Aku tidak paham, apakah perasaan pada manusia tadi masih sama atau perlahan mengikis. Sesaknya masih terasa.

Kak Aksa ikut menyusul langkahku, dia berdiri di sampingku dengan jarak yang tidak terlalu dekat. "Laki-laki itu?-"

"Senja, boleh bicara?" ucapan Kak Aksa terpotong membuat kami saling pandang. "Gue rasa gak perlu ada yang harus di bicarain lagi." balasku.

"Sekali aja, gue janji." katanya lagi membuat aku menghela nafas. Aku menatap Kak Aksa yang saat itu sedang menatap kami bergantian.

"Lo duluan aja Kak,-" dia menatapku sebelum bersiap untuk menerobos hujan. "Bawa payung," ujarku sambil menyodorkannya sebuah payung yang sengaja tadi aku bawa sebelum ke cafe ini.

Aku dan Kak Aksa tidak pergi ke cafe bersama, dia dengan mobilnya begitupun denganku. Dia menerima payung itu, sebelum meraba gagangnya dan sempat terdiam beberapa detik lalu menatapku. Dia mengedarkan pandangannya sebelum membuka payung itu dan mulai meninggalkan kami di depan cafe.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang