15

78 6 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

Aku tidak mengakuinya,
tapi mengapa saat dikatakan tidak ada.
Aku marah?

- Arah Pulang -


    "An, gue titip mie ayam kantin atas ya? Lo masih di sana kan?" aku mengerutkan dahi, menatap satu gerombolan perempuan seperti sedang menghakimi satu orang lain di depan penjual cilor sana.

"Lo kenapa gak kesini aja Bun?" aku menghela nafas, mataku masih tidak aku alihkan dari pemandangan di depan sana. Menatap gerombolan itu yang tiba-tiba tertawa mengejek.

"Males gue harus naik tangga lagi. Lagian Raka katanya mau bareng? Dimana si?" tanyaku berdecak. Hari ini kami akan melakukan kerja kelompok di rumah Ana.

"Beli sebat dia." aku mendengus mendengar itu. Sempat mendelik saat satu dari mereka mengarahkan kamera pada satu perempuan yang sedang terduduk di pojokan. Dia tampak ketakutan. Aku masih berdiri dengan tenang sebelum salah satu dari mereka mulai mendekat dan mengelus rambut itu.

"Sial." aku berdecak sebelum mematikan sambungan itu sepihak.

"Hai!" aku berseru, membuat mereka menatap ke arahku. Aku berjalan dengan angkuh, meraih pergelangan perempuan yang tengah bergetar itu.

"Kenapa lo gak bilang mau jajan cilor si Kak?" aku menatap jaket almamater yang ia kenakan. Terdata bahwa ia anak kelas 12.

Dia menatapku dengan pandangan penuh tanya, tapi di balik itu seperti ada siratan kata terimakasih yang ia berikan.

Aku menatap segerombolan tadi, menatap tajam sebelum menatap mereka dari atas sampai bawah. Salah satunya membuat aku tak habis pikir.

"Siapa lo?" tanya dari salah seorang dari mereka tak aku gubris.

"Siangan lo kan Gin?" aku mendelik, menatap Gina yang menatapku tanpa kata.

"Yang kayak gini mah, sampah." aku mengepalkan tangan mendengar itu.

"Lo jauh menang di mana-mana Gin. Mana ada Kak Ghifar tertarik sama modelan gini." aku menatap tajam.

"Mulut lo ya astaga." aku berucap sambil tertawa pelan. Menatap Gina yang masih menatapku dengan bibir tertutup rapat.

"Lo ngerasa saingan sama gue, Gin?" aku bertanya membuat Gina membuang wajahnya.

"Bukan saingan, jelas temen gue yang bakal menang." aku membalasnya dengan kekehan kecil.

"Oh, selamat kalo gitu." balasku. Aku hendak berbalik. Mengenggam tangan perempuan yang tidak aku kenali itu sebelum seseorang menyentaknya.

Aku menatap Gina. "Jauhin Kak Ghifar." aku menaikkan alis saat ia berucap demikian.

"Takut?" tanyaku.

"Dari awal gue yang punya misi untuk dapetin dia. Lo jangan seenaknya masuk." lanjutnya.

"Astaga Gin." aku tertawa pelan menanggapinya. Selama aku kenal, dia tidak pernah mengatakan atau melakukan apapun.

"Lo perusak Senja." dia berucap dengan nada yang berat. Aku sempat terdiam mendengar itu.

"Lo berantakin semua hal yang udah gue susun rapi." lanjutnya, ia beringsut maju membuat aku kaku di tempat. Tatapannya begitu dalam dan menusuk.

Dia mendorong tubuhku sampai menubruk sebuah pohon yang ada di sana. Aku tersentak beberapa saat, merasakan nyeri yang langsung menyerang punggungku. Aku hendak berdiri dari dorongan itu, sebelum tubuhku di tekan paksa olehnya. Aku seperti melihat dua orang berbeda dalam satu tubuh yang sama.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang