AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.
Apakah mereka mengira bahwa mengikhlaskan hanya cukup dengan memejamkan mata?
- Arah Pulang -
Jika manusia yang ingin aku sebut Bunda itu membuktikan cintanya dengan selalu datang ke peristirahatan Papa. Maka aku pun tetap mengunjungi taman ini. Taman yang memiliki pohon berinisial nama kami berdua.Setelah dia mengatakan jangan membiarkan perasaan ini berkembang, bukan berarti aku setuju. Karena kepulangannya masih menjadi salah satu doa yang aku rayu.
Tamannya berubah, bunga-bunganya pun tumbuh indah tapi rasanya tetap sama seperti saat dia memayungi ku saat itu. "Gue bilang kalo akan berhenti saat capek kan Kak?" tanyaku menatap inisial itu.
"Ya udah, biarin. Gue masih belum capek." lanjutku. "Beri gue satu alasan tentang ketidakpantasan lo untuk di semogakan." aku menatap jam tangan. Kembali berjalan meninggalkan taman.
Setelah membayar minuman dari supermarket yang berada di sampingnya, aku menatap satu manusia yang sama akan masuk. Dia sempat terdiam sebelum memutuskan melangkah masuk. Aku tertegun, menatap punggung itu yang saat ini semakin terasa asing.
Aku kembali memeriksa jam tangan, menunggu angkutan umum untuk menuju pengadilan. Hari ini sidang pertama Kak Keisya dan Mas Faiz. Aku tidak pernah bisa membayangkan bahwa pernikahannya akan seperti ini. Yang paling aku sesali adalah alasan perceraian itu. Aku. Karena aku.
"Naik, gue anter." aku tersentak, tertarik ke dalam dimensi waktu yang seharusnya aku jalani. Aku menatapnya tanpa berkata, "Ayo naik," katanya lagi membuat aku menipiskan senyuman.
"Gue bukan mau pulang Ka," dia menghela nafas sebelum menggiat tanganku mendekat. "Gue bilang gue anter, kemanapun. Bukan anter pulang." jelasnya sambil menyodorkan sebuah helm.
"Oke, tolong anterin ke pengadilan ya?" alisnya tertaut, menatapku dengan pandangan penuh tanya. "Ngapain?"
"Lo bilang mau anter gue kemanapun, bukan untuk nanya kenapa gue ke sana." balasku membuat dia mendengus. "Sial," decaknya membuat aku tertawa pelan.
Kami membelah jalanan Jakarta. Merasakan angin yang menyentuh langsung pipiku, "Sorry." aku terdiam beberapa saat, menatap wajahnya yang saat itu sama sedang menatapku dari kaca spion.
Aku tidak membalas, memilih untuk mengulum bibir dan mempertahankan tubuhku dan Raka agar tidak bersentuhan. "Gue gak marah,-" ucapnya lagi membuka topik percakapan.
"Kaget aja, sempet gak terima denger kenyataan itu." alisku terangkat. "Kenapa?" dia melemparkan senyuman mencuri menatapku saat sedang berkemudi.
"Agama kita beda," jelasnya membuat aku tersenyum kecil. "Bukan berarti gue sama lo gak bisa berteman kan?" dia membalasnya dengan senyuman tipis.
"Bun?" aku menatapnya lagi dengan pandangan tanya. "Karena saat ini lo muslim, apa lo akan berubah?" tanyanya sempat membuat aku terdiam.
"Berubah?" beoku membuat dia mengangguk ragu. "Berubah saat waktu-waktu yang gak biasanya gue ibadah si iya. Sisanya kayaknya nggak." jawabku membuat dia menipiskan senyuman.
"Gue harap seperti itu." balasnya membuat aku tersenyum. Saat semakin dekat dengan pengadilan, aku menatap Kak Keisya yang sedang berdiri di depan bangunan itu.
"Kak Kei? Belum mulai?" tanyaku membuat dia menatap, sempat melemparkan tatapannya pada Raka. Harusnya sidang sudah mulai 15 menit lalu.
"Mas Faiz gak dateng, jadi di tunda." dia mengatakannya sambil tersenyum, aku tahu masih ada harapan besar agar ini tidak terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah Pulang [END]
Romance"Kak Ghifar! Suka cewek yang kayak gimana?" "Taat sama Tuhan." "Mau memantaskan boleh?" Dialog yang membuat aku ingin sekali tenggelam di dasar samudra. Dialog awal yang membuka cerita baru dengan ending yang ternyata kembali menguras pilu. Ya, ka...