20

74 4 2
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

Jika salatmu terasa memberatkan, mungkin bukan ada yang salah dengan hatimu.
Tapi Allah-lah yang enggan bertemu denganmu.

- Arah Pulang -

       Aku menghentikan langkah, menatap dua manusia yang bertolak belakang di dalam perasaanku. Aku masih menatapnya, sebelum memutuskan untuk melangkah melewati mereka yang tengah berbincang.

"Jingga?" langkahku terhenti. Namun mata ini enggan sekali untuk menatap wajah yang baru melontarkan itu.

"Kak Jingga!" tanganku di raih oleh seseorang, aku melepaskannya secara kasar membuat bocah umur lima tahun itu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Gue bukan Kakak lo!" tegasku. Sialnya dia malah membalasnya dengan senyuman.

"Jingga, ayok pulang bareng Papah. Kita ke puncak hari ini, untuk mempersiapkan pernikahan Kak Keisya lusa."

"Gue punya kaki dan gue punya cukup uang untuk sewa grab kesana." balasku sempat membuat ia terdiam sebelum melemparkan senyuman hangat padaku.

"Fajar, jangan di sana Nak. Banyak motor." bocah yang tadi berada di sampingku menggeleng. Tangannya kembali meraih tanganku.

"Fajar mau sama Kak Jingga." aku menghempaskannya lagi. Sangat tidak suka saat ia menyentuhku.

"Jangan panggil gue Kakak, gue gak suka." ketusku membuat dia menatapku.

"Sana!" aku mendorong pelan bahunya agar mendekat ke arah laki-laki yang seharusnya aku sebut 'papa' itu.

"Tapi Fajar mau sama Kak Jingga." dia mengatakannya lagi sambil menatapku penuh harap.

"Gue yang gak mau sama lo!" balasku membuat dia terdiam, sebelum menundukkan kepalanya dan berjalan pelan ke arah Papa.

"Jingga, Papa gak pernah mempermasalahkan jika kamu gak bisa menerima Bunda. Tapi dia adik kamu Ga." aku tertawa pelan mendengar itu.

"Dia bukan adik gue!" sanggahku membuat dia menghela nafas.

"Mari memperbaiki semuanya Ga?" aku tersenyum kecut mendengar itu.

"Jangan buat seolah lo ayah yang baik buat gue." balasku.

"Senja." Manusia yang tadi diam memperhatikan drama kami, akhirnya membuka suara.

"Gak papa Nak Ghifar." Papa menahan lengan Kak Ghifar agar tidak menegurku di sana.

"Kalo memang kamu tidak nyaman dengan Papa, gak papa. Kita tunggu kamu di puncak. Ingat, demi Kakak kamu." dia mengucapkan itu. Menggenggam tangan putranya dengan begitu hangat. Aku menatap genggaman itu sebelum mengalihkannya dengan dada yang penuh sesak.

Aku juga ingin di genggam seperti itu. Aku juga ingin tahu bagaimana rasanya memeluk sosok ayah. Aku juga ingin saat jatuh menangis dan mengadu padanya.

"Jingga?" aku masih berdiri menghadap ke arahnya. Tidak berniat untuk menatap wajahnya sama sekali.

"Papa sayang sama kamu. Selalu." aku tidak membalas.

"Ghifar, titip salam untuk Ayah kamu ya?" Papa mengatakan itu sambil menepuk pelan bahunya.

"Kak Jingga, I Love You." bocah kecil itu memberikan isyarat bentuk love dengan tangannya padaku.

"Jingga, jangan kesana terlalu malam. Kabari Papa kalo ada apa-apa." lagi, aku tidak membalas ucapannya. Menatap mobilnya yang mulai menjauh meninggalkan sekolah.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang