53

53 5 0
                                    

kesel ga si di gantung hampir 6 bulan? wkwk
maaf ya, akhir2 ini emng lagi ga bisa mikir apa2 tentang cerita hehe..

aku tadinya mau publish lgsg sampe ending,
tp nanti aja deh..

ini skrg ku kasih double yaa..

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

- Arah Pulang -

      Aku menatap rintikan hujan yang mengguyur bumi di jam sembilan pagi ini, menikmati pemandangan itu dengan secangkir teh. Aku merunduk dalam, membiarkan genangan itu turun dengan deras. Bahuku bergetar, aku memukul dadaku pelan saat sesak itu tidak dapat aku bendung.

Selamat.

Ingin sekali aku rayakan pernikahan mereka, nihil nyatanya perasaan itu masih sama luar biasanya.

Bagaimana bisa aku merasakan kehilangan sesuatu yang bahkan tidak pernah bisa aku genggam?

"Ja? Bagi es cream yang di-" ucapannya terhenti, dia menarik ujung jilbab instan yang aku kenakan, membuat aku memberontak tak ingin di ganggu.

"Lo nangis ya?" aku tidak menimpali. Sudah tahu bahuku bergetar, masih sempat dia bertanya basa-basi seperti itu.

Dia menarik kursi di sampingku, menggesernya agar memberikan jarak diantara kami. "Heh?" dia masih berusaha untuk membuat aku menatap ke arahnya membuat aku mendengus sambil terisak.

"Pekerjaan emang kalo lagi ada di puncak tu bikin kita capek Ja, tapi itu juga kan bagian dari rezeki yang harus kita syukuri. Karena ada banyak manusia yang bahkan buat ngerasain kesempatan dapet kerjanya aja gak bisa." ingin sekali aku memukul kepalanya yang sok tahu tentang perasaan yang aku punya. Seolah menjadi manusia paling paham padahal sebenarnya dia tidak paham.

***

       Sekarang, tiga hari setelah hari yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi. Aku tidak tahu harus masih berduka atau mulai mensyukuri bahwa setelah tiga hari ini aku berhasil memberanikan diri untuk keluar rumah.

Aku memijakkan kaki pada taman yang sudah lama tidak pernah aku tapaki lagi. Tuhan, kenapa rasanya masih terasa menyesakkan?

Langkah itu terhenti, aku menatap punggung yang berdiri di hadapan pohon keramat itu. Pohon yang menjadi saksi saat aku mengatakan bahwa perasaanku akan tetap sama.

Beberapa tahun ini, aku mencari letak lelah dan rasa ingin menyerah dari segala bentuk kasih yang aku miliki untuknya. Aku tidak paham mengapa bisa mencintainya sehebat ini.

Jarak yang hanya tersisa sepuluh langkah itu mampu membuat aku menatap punggungnya dengan jelas. Hening, tidak ada suara apapun yang manusia depanku lontarkan.

Selang beberapa detik, dia membalik. Kami mematung beberapa saat, pandangan itu aku alihkan cepat. Aku ingin melangkah mundur, namun kakiku terasa sangat memberat. Dadaku langsung terasa terhimpit, sesak ingin segera aku ledakkan.

"Senja?" panggilnya pelan. Aku bahkan tak kuasa untuk mengangkat wajah. Sial, tangisku pecah disana. Aku mencoba mengelap kasar air mata yang turun dengan lancang. Terisak pelan sambil mencoba untuk menghentikan tangis itu.

Aku memejamkan mata, menghirup udara sebanyak mungkin sebelum memberanikan diri untuk menatap ke arahnya. Memperlihatkan kilatan merah dari mataku. Pandangan itu aku alihkan pada bucket bunga matahari yang sedang ia genggam.

Tanggal tujuh. Aku sangat ingat bahwa hari ini tanggal sama yang selalu dia bawakan bunga matahari untukku. "Tanggal tujuh mana lagi yang ingin lo rayakan?" tanyaku pelan sambil membuang pandangan.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang