55

51 5 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

- Arah Pulang -

       Saat itu sudah pukul setengah satu malam, hujan belum kunjung reda. Anak-anak memutuskan untuk tetap berada di kantor. "Tidur," aku mengerjap oleh suara seseorang yang baru saja kembali setelah membuatkan kopi.

"Gue gak bisa tidur kalo lampunya mati." ucapku, dia mengangguk beberapa saat. Mendengus menatap Mas Danar yang sudah terlelap.

"Lampunya gak bakal nyala cepet, kemungkinan besok pagi. Gue liat berita di Instagram ada pohon tumbang." aku terdiam, menatap ke arah dua laki-laki yang katanya tidak bisa tega meninggalkan kami di kantor dengan keadaan perempuan semua.

Dia menyodorkanku segelas kopi, membuat aku meliriknya sesaat. "Suka kopi?" tanyanya. Kami sedang berada di ruang tunggu yang tertata seperti ruang keluarga. Bahkan disini tersedia dispenser dan televisi.

"Nggak, makasih." sautku membuat dia mengangguk beberapa kali. "Paksain tidur aja, lo mau nunggu sampe pagi?" tanyanya membuat aku mendengus.

"Lo sendiri kenapa gak tidur?" dia yang berada di sebrangku dan tepat berada di samping Mas Danar meletakkan gelas di meja yang menjadi jarak di antara kami.

"Kalau tidur semua, terus tiba-tiba ada hal yang tidak di inginkan berabe." aku langsung merapat ke arah Saskia yang sudah terlelap. Demi apapun saat ini aku sedang merasa fomo akibat film horor yang siang tadi kami tonton.

"Lo ngomong gak jelas kayak gitu lagi, gue beneran pukul kepala lo ya.” dia mendengus sebelum tertawa kecil. "Loh, otak lo kenapa mikir ke arah situ? Gue hanya mengandaikan jika terjadi sesuatu, bukan berarti itu hantu-" ucapannya terhenti saat aku melayangkan bantal sofa. Untungnya dia dapat menangkap dengan baik.

"Hari pertama kerja sama yang kurang menyenangkan." desisnya membuat aku mendelik. "Aturan lo gak usah nge-iyain ganti Mas Erwin." sautku membuat dia mengangguk beberapa kali.

"Sejak kapan lo bangun usaha ini?" tanyanya sambil menyapu pandangan ke segala arah. "Tiga tahun lalu setelah gue lulus S1." ujarku membuat dia mengangguk.

"Angkatan 14?" aku mengangguk. "Lo angkatan berapa?" dia mengambil bantal sofa untuk ia peluk sama seperti apa yang sedang aku lakukan.

"Angkatan 11," katanya membuat aku melotot. "Loh, sorry gue tadi cuma panggil nama." dia hanya melirik, "Santai aja, gue gak segila hormat itu kok," aku mendengus mendengar itu.

"Kalo lo ngerasa ngantuk, tidur aja." katanya saat beberapa kali menangkap aku yang sudah menguap beberapa kali. Cahaya dari lampu emergency-nya masih menangkap wajahku meski sekarang sudah meredup karena tidak tahu kapan terakhir kali di charger.

"Sorry kalo gue banyak omong, gue gak biasa di situasi hening." aku mengangguk. "Sama, gue juga gak terlalu suka kalo cuma diem-dieman. Jadi sans,"

"Nama lo siapa?"

"Senja,"

***

       Aku menghela nafas sebelum kembali meletakkan handphone di atas meja. Ana menatapku sekilas, lalu bertukar pandang dengan Bela. "CV ta'aruf lagi?" tanyanya membuat aku menggedikkan bahu.

"Kak Keisya pengen banget lo nikah cepet Bun?" Ujar Bela membuat aku menghela nafas. "Semenjak tahu Kak-" aku langsung mengatupkan bibir, tidak ingin kembali melontarkan nama itu.

"-manusia itu nikah, Kak Keisya tahu gue patah hati banget. Ya mungkin itu salah satu cara solusi yang pengen dia bantu. Yang justru gak bantu apa-apa." ucapku membuat mereka menghela nafas.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang