22

73 7 0
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

Kadang terlalu banyak teka-teki yang kamu beri.
Sayang, aku tidak bisa memecahkannya.

- Arah Pulang -

      "Bun, misi dong gue mau cilok Mang Ujang!" aku yang sedang membawa semangkok bakso mendengus.

"Woy lah, gue lagi bawa bakso ya. Ini kalo jatoh, gue minta ganti pokoknya," ucapku sambil berusaha agar keluar dari antrean panjang itu. Meninggalkan Bela dan Ana yang masih berada di dalam jajaran panjang.

Langkahku terhenti, menatap wajah yang dengan tenang berdiri di antrean itu. "Hai?" dia melirikku sebelum kembali ia alihkan.

Aku terlalu memiliki ekspetasi tinggi jika berpikir bahwa ia bisa mulai menerimaku setelah ceritanya minggu lalu. Nyatanya, Kak Ghifar tetaplah manusia sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya.

Aku berhenti, tepat di sampingnya. Menatap wajah yang selalu menenangkan untukku tatap. "Bisa berhenti liatin gue?" tanyanya tanpa melirik ke arahku. Aku terkekeh kecil mendengar itu.

"Kak plis kasih tahu kriteria pasangan lo?" dia mendelik mendengar itu.

"Yang pasti bukan lo," aku mendengus mendengarnya. "Semoga keputusan itu berubah," balasku membuat dia berdecak. "Gak akan." ingin sekali aku menenggelamkan wajahnya.

"Hai? Senja kan ya?" aku mengangguk, kembali menyapa ramah Kak Alan yang baru datang dengan semangkuk mie ayam.

"Ghif, mejanya pada penuh. Kita makan dimana ya?" tanyanya. Aku ikut menyapu beberapa meja yang kebetulan saat itu sudah terisi.

"Gabung di meja gue aja Kak," tawarku tentu langsung di tolak mentah oleh Kak Ghifar.

"Ghif, kita gak mungkin duduk lesehan di kantin kan?" bujuk Kak Alan membuat Kak Ghifar menghela nafas pelan.

"Lo gabung, gue balik kelas." ucapnya dengan santai membuat aku menggeleng tak habis pikir. Dia mulai berbalik membuat aku dan Kak Alan saling bertukar pandang.

Sampai aku tidak tahu kronologi jelasnya seperti apa. Karena tiba-tiba tanganku tersiram teh panas, membuat cekalan pada mangkuk bakso itu terlepas seketika.

Prang!

"Aww..." aku meringis, menatap tanganku yang melepuh akibat siraman teh panas itu.

Aku mengigit bibir, tak tahan ingin menangis karena panasnya langsung menjalar ke seluruh tubuh. "Gina?"

Aku menatap mendongkak, menatap manusia yang menatapku dengan pandangan bersalah. "Sorry, gue bener-bener gak sengaja." ucapnya tak aku balas.

Demi apapun jika tidak malu karena sudah jadi bahan tontonan, aku ingin menangis karena tanganku sudah memerah panas. Mataku berkaca-kaca.

"Ja? UKS?" tawar Kak Alan namun aku masih berusaha menahan tangis itu.

"Bun, ya ampun." Ana dan Bela langsung berlari ke arahku. Dia menyentuh tanganku membuat aku meringis.

"Sakit," ucapku dengan nada bergetar.

"Ya ampun Ja, merah banget ini." aku benar-benar tak kuasa menahan tangis saat itu. Ana langsung berlari menuju penjual es untuk sedikit meredakan rasa panas di tangan itu. Padahal itu bukan tindakan yang efektif untuk pertolongan pertama.

"Gila lo?" aku mendongkak, menatap satu orang yang baru kembali. "Jalan pake mata!" bentaknya membuat Gina seketika menciut.

"Gue--- gue bener-bener gak sengaja Kak." orang itu berdecak sebelum menggiat pelan lengan seragamku agar mendekat ke salah satu wastafel di sana.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang