47

63 7 2
                                    

AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.

-Arah Pulang -

       Ramadhan selalu menjadi bulan penuh harap kedatangannya. Ibadah yang di padatkan, segala bentuk nafsu yang harus di kendalikan atau jajanan-jajanan takjil yang akan merambat di setiap pinggir jalanan.

Lihat, malam pertama ini aku menatap kotak-kotak putih yang berhasil tertutup sajadah sampai shaf terakhir. Bahkan sepertinya lantai masjid tidak bisa menampung banyaknya jamaah. Tapi, lihat satu minggu yang akan datang. Jika masih sama seperti ini, maka tanda-tanda hari akhir masih jauh terlihat.

Mendengar derap langkah anak kecil yang saling berlarian. Kadang beberapa kali menimbulkan suara bising membuat imam masjid memberikan peringatan kepada ibu-ibu agar anaknya tidak mengganggu kekhusyuan shalat.

Para lansia yang kesusahan untuk bangun dari sujud tapi masih memaksakan berjalan tertatih melaksanakan ibadah. Atau bahkan ada manusia yang kerjaannya bolak-balik kamar mandi untuk berwudhu. Dan ada lagi manusia yang akan tersentak saat dalam keheningan shalat, ada anak-anak yang menyalakan petasan.

Indah sekali. Hanya satu yang tidak terasa indah di dalam momen berkumpul ini. "Kapan nikah Nak Senja?"

Kan? Apa yang aku bilang. Kenapa pertanyaan ini menjadi pertanyaan basa-basi wajib yang harus di lontarkan pada wanita-wanita yang sudah berkepala lebih dari dua? Seakan tidak ada pertanyaan menarik lain yang bisa di lontarkan. Seperti, 'apa kamu bahagia?' atau 'apa kamu membutuhkan uang?'

Sepertinya pertanyaan itu akan sangat membuat orang-orang yang mendapat lontaran merasa senang. "Itu Rena anaknya Pak RT udah ngandung loh. Dia umurnya dibawah kamu kan?" aku tersenyum menanggapi ucapan itu. Sedangkan Kak Keisya hanya menggenggam tanganku untuk menenangkan.

Aku bahkan hari ini merutuk kenapa imamnya lama sekali membaca dzikir untuk memulai shalat taraweh. "Dia pintar cari suami loh. Suaminya udah punya mobil, gajinya gede bahkan lagi bangun rumah."

Boleh tidak aku menyumpal mulutnya? Selalu saja materi yang menjadi penilaian pertama untuk menentukan sukses tidaknya seseorang. "Nanti juga kalo jodohnya udah ada, bakal ketemu Bu," balas Kak Kesiya.

"Ya tapi jangan di tunda-tunda Nak, jangan sibuk terus kejar pendidikan. Toh nanti bakal balik lagi tunduk sama suami. Paling bakal di dapur lagi sama ngurus anak." aku sangat tidak nyaman dengan perkataannya.

Dia pikir mengurus anak tidak perlu dari ibu yang pandai? Dia pikir pernikahan bisa di bina tanpa adanya ilmu? Ayat pertama yang Tuhan kirimkan saja artinya 'bacalah'.

Mereka paham tidak dengan makna pendidikan dan pembelajaran? Kenapa selalu saja perempuan yang mencoba meraih pendidikan tinggi akan di anggap ingin menyaingi laki-laki. Katanya, nanti akan sulit mendapat pasangan karena kriteria kami yang tinggi.

Bagus bukan? Maka orang yang berhasil mendapatkan kami adalah orang-orang berpendidikan dan cerdas. Jika seperti ini, bukankah terdengar sia-sia saat RA. Kartini memperjuangkan emansipasi wanita?

"Memangnya ibu mau membiayai saya nikah?" tanyaku dengan gurauan. Meski sebenarnya ingin sekali menyumpal mulutnya dengan mukena.

***

       "Kak, nanti buka sama apa?" Kak Keisya menatapku sinis mendengar pertanyaan itu. "Baru juga dzuhur Jingga." katanya membuat aku terkekeh pelan.

Arah Pulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang