Bayangan putih di samping Evan membangunkan. "Kak, sayang, bangun. Kamu meeting, kan?"
Evan menggeliat. "Lima menit lagi sayang, aku masih ngantuk."
Mila mengerutkan keningnya bingung dan bayangan tadi menghilang. Mila membangunkannya sekali lagi.
"Abang bangun kamu hampir telat."
Evan berdecak dan segera duduk. "Kan, aku bilang lima menit lagi sayang." Ia mendongak kearah wanita di depan. "Bunda?"
"Iya, ini bunda kenapa?"
"Bang, ikhlas, oke. Kamu berkata sama anakmu untuk mengikhlaskan kepergiannya, masa kamu enggak? Bunda gak mau kamu terus-terusan berada di fase ini, bang."
"Maaf, bunda. Soalnya sebelum bunda bangunin Evan, Evan dengar suara Aldara. Maaf."
Mila membawa anaknya dalam pelukannya. "Kasihan anak bunda yang satu ini. Cup, cup, cup." Mila melonggarkan pelukannya dan memainkan rambut Evan ke belakang.
"Rambut kamu udah panjang gak di potong?"
"Kapan-kapan, Bund." Ia jadi teringat sesuatu sepertinya Aldara pernah berkata seperti itu kepadanya.
"Bunda nih heran sama kamu. Dulu pendiam banget sekarang kok bawel. Gak ngerti lagi bunda selama hamil kamu bunda ngidam apa."
"Tapi ganteng, kan, Bund?" Mila berdecak.
"Terserah. Cepat berkemas lalu kamu sama anakmu berangkat." Evan mengangguk dan segera mengambil pakaiannya dan segera mandi.
Mila tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan kamar itu.
Saat membersihkan kamar Mila melihat meja dan segera berjalan kearah meja itu. Mila tersenyum karena masih banyak lipstik, skincare, kunci motor Aldara, dan foto mereka berdua di saat mereka masih beranjak usia remaja.
Mila mengambil bingkai foto itu yang terlihat anggota angkatan pertama di pantai bersama kedua putranya waktu mereka masih kecil. Mila mengelus bingkai foto itu tepat di Aldara yang tersenyum lebar di samping Evan.
"Bunda kangen kamu, Nak." Mila kembali meletakkan bingkai foto itu berada dan segera menghapus air matanya yang mengalir di pipinya.
"Bunda kenapa masih di sini?" tanya Evan yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Ngusir bunda?"
"Enggak." Sambil mengambil hairdryer dan mengeringkan rambutnya.
Mila berjalan kearahnya dan menyuruhnya untuk duduk dan dengan tangan lembutnya Mila mengeringkan rambutnya. Evan termenung sejenak dan menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mengambil ahli hairdryer itu.
"Biar Evan aja."
"Udah kering itu, udah ganteng." Evan menghentikannya dan segera mengambil jasnya.
Mila yang tak sengaja memperhatikan arah pintu itu melihat kedua cucunya menangis. Mila segera menghampiri mereka.
"Kenzo, Kenzie, kenapa nangis?"
"Oma.... Boleh pinjam pelukan Oma?" ucap Kenzie.
"Ya udah sini." Mereka berdua langsung memeluknya.
"Oma kami kangen bunda. Pelukan Oma dan cara Oma memperhatikan kami sama seperti bunda," ujar Kenzo.
Evan mendengar itu mengepalkan tangannya dan memalingkan wajahnya dan segera mengelap air matanya yang mengalir. Kembali ia berjalan kearah mereka.
Mila melepaskan pelukannya. "Cucu Oma gak boleh sedih. Mana senyumnya tunjukkan dulu sama Oma." Mereka mengelap air matanya sambil tersenyum tipis.
"Mana Oma gak lihat." Mereka tersenyum lebar. "Nah! Gitu dong senyumnya. Tunjukin sama dunia kalau kalian tuh bisa lewati ini semua. Jangan pernah kalian tunjukin kepada dunia kalau kalian tuh lagi lemah, tunjukinlah bahwa kalian tuh bisa dan gak lemah. Oke?" Mereka mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENZO & KENZIE DIGANTARA ( TAMAT )
Teen FictionSemoga cerita ini lebih banyak dari pada cerita bapaknya, amin ..... Sorry bestie kalau dari cerita pertama dan kedua yang bagian konfliknya agak aneh. Soalnya gak bisa e buat konfliknya apalagi dengan kata-katanya. Menceritakan seorang anak kembar...