99

1.8K 389 51
                                    

Lena sibuk memasak sarapan di dapur kecil apartemen Bilal yang sepertinya sangat jarang disentuh oleh si pemiliknya.

Rion sedang melakukan terapi pagi untuk melegakan saluran napas, dia duduk bersandar pada sandaran ranjang menghadap ke dinding-dinding kaca yang memperlihatkan suasana pagi di ketinggian.

"Wah, gue pengen kamar kayak gini," ungkap Rion, yang tampak sangat menikmati paginya di hari ini. Wajahnya bersemangat, terlihat menyukai keberadaannya di kamar apartemen milik abangnya itu.

"Nanti mandi sama Ayah aja, ya. Gue harus berangkat lebih pagi," kata Bilal sembari membereskan peralatan terapi Rion yang baru selesai digunakan.

"Nanti pulang ke rumah, gak?" tanya Rion.

Bilal mengangguk.

Sudut bibir Rion otomatis terangkat.

Abangnya itu tampak terburu-buru, tapi walaupun begitu, dia tetap mengurus kebutuhan Rion dengan baik.

-

Setelah mandi dan sarapan, Lena, Hardian, dan Rion bergegas meninggalkan apartemen Bilal, menuju rumah sakit yang sangat dekat dari sana.

Pemeriksaan rutin ini dilakukan untuk melihat sudah seberapa menurun fungsi parunya, juga memantau kondisi beberapa organ tubuh yang lain. Rion melakukan pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang, serta berkonsultasi dengan lebih dari satu dokter yang bersangkutan, prosesnya cukup lama membuatnya kelelahan dan akhirnya meminta untuk istirahat, untungnya petugas medisnya baik mempersilahkan Rion untuk mengisi salah satu ruangan praktek dokter, sehingga dia bisa tidur di sana untuk beberapa lama.

.

Rion terbangun dari tidurnya saat mendengar ada suara di sekitar, seketika teringat dirinya masih berada di rumah sakit, menumpang istirahat di ruangan dokter.

"Rion, kebangun, ya? Tidur lagi aja, ini saya cuma mau ngambil barang yang ketinggalan. Tidur lagi, maaf ya, jadi kebangun."

Seorang pria dengan setelan rapi itu kembali keluar dari ruangan. Dia Dokter spesialis penyakit dalam, Rion juga rutin konsultasi kepadanya.

Tidak lama pintu ruangan kembali terbuka.

Kedua orang tuanya masuk.

"Mau pulang atau nginep aja di sini?" tanya Hardian, maksudnya bukan menginap di ruangan itu, melainkan kamar rawat inap.

"Pulang," sahut Rion.

Seseorang yang lain masuk ke dalam ruangan.

Bilal dengan tas ranselnya.

Rion melirik jam dinding. Sudah pukul 14.30 WIB, satu jam Rion tidur, abangnya sudah selesai dengan shift jaganya.

Rion tersenyum.

Bilal melihat senyuman itu, tapi tidak menggubris.

"Pulang sekarang, Yah?" tanya Bilal kepada Sang Ayah.

Hardian mengangguk. "Obatnya udah dapet," katanya.

"Ada semua, Yah?" tanya Bilal.

"Ada, Alhamdulillah, Bang, lengkap."

Bilal mengayunkan kepala. Dari beberapa obat Rion ada yang cukup langka untuk didapat, obat yang diimpor dari luar negeri, seperti Konsentrat Protein Alfa-1 Antitripsin yang Rion butuhkan untuk terapi setiap minggu, itu stoknya terbatas, dan Bilal harus memastikannya selalu tersedia untuk adiknya.

"Aku yang nyetir," kata Bilal.

Hardian memberikan kunci mobil.

Rion duduk di kursi roda dibantu oleh abangnya, yang dorong keluar ruangan pun abangnya.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang