102

1.8K 365 110
                                    

Rion kembali bernapas menggunakan BiPAP sejak semalam setelah dua hari berlalu dari waktu ekstubasi. Baru satu hari kemarin bernapas dengan nasal kanul, eh ternyata alat bantu napas yang biasa dia gunakan itu seolah tidak dapat lagi membantu banyak dalam melegakan pernapasannya, mungkin karena kondisi paru Rion yang belum kembali seperti sebelum dia kambuh kemarin. Semalam sempat digantikan dengan High Flow Nassal Canula dulu, tapi Rion tetap kewalahan dengan napasnya, sampai akhirnya digantikan dengan BiPAP, yang untungnya berhasil membuat Rion merasa lebih baik.

Walaupun tidak suka dengan tampilan dirinya saat menggunakan masker BiPAP karena terlihat aneh, namun alat itu cukup memberikan kenyamanan, jadi yasudah, pada akhirnya lagi-lagi Rion hanya harus berdamai dengan ketidaksukaannya dan lebih menerima kenyataan lagi.

Hari ini Altair datang menjenguk, keponakan tercinta, si bayik yang selalu punya sorot mata antusias, sekarang pun sedang begitu, dia menatap Rion dengan bola mata berbinarnya sembari mengoceh tidak jelas, seolah mengajak untuk melepas rindu dengan bercerita, tapi sayangnya Rion sedang tidak sanggup untuk banyak bersuara.

Melihat kegemasan si bayik yang ada di hadapannya, Rion otomatis memajukan kepala hendak mengecup gemas, tapi seketika tersadar, mana bisa mengecup pipi keponakannya, orang terhalang.

Rion menghela napas, kembali hanya menatap sambil menggerak-gerakan tangan kecil itu.

"Pulang dulu yok, Al

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pulang dulu yok, Al."

Rion melirik Erlin yang ada di sofa, alisnya bertaut, menatap tajam kepada kakaknya.

Erlin terkekeh. "Yok, Al, yok," ajaknya lagi dengan lebih bersemangat sembari bangkit dari duduknya.

Rion semakin menatap tajam sambil digenggamnya erat tangan kecil si keponakan.

Altair tertawa, melirik Lena yang duduk di tepi ranjang--di dekatnya, seolah bayik itu paham dengan situasi; Sang Ibu yang selalu iseng kepada omnya.

"Masih kangen Om, Ibu, bilang gitu," ucap Lena setelah mengecup gemas pipi cucu pertamanya.

Erlin mendekat, hendak menggendong Altair. Tapi belum juga sempat menyentuh, Rion menjauhkan tubuh Erlin agar tidak bisa menjangkau si bayik.

"Kakk," Lena menegur, si putri sulung memang jahil, sejak tadi menganggu Rion, sudah tahu adiknya itu bisa duduk dan bermain dengan Altair pun merupakan sebuah kemajuan, soalnya sejak semalam Rion hanya berbaring, seolah tidak ada energi sekadar untuk mengangkat punggung dari ranjang.

"Beneran ini mau pulang, Bun. Sekalian jemput Jun, kan? Rafli udah sampe, lagi jalan ke sini," kata Erlin, sebenarnya belum ingin pulang, tapi bagaimana lagi.

Lena melirik Rion.

Rion melepaskan tangan Altair dari genggamannya.

Sudut bibir Lena terangkat, dia kira harus dibujuk dulu.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang