"Atha boleh minta sesuatu gak sama Kak Randa?" tanya Atha menatap mata Randa.
"Ngomong aja, Dek. Kakak bakalan turutin kemauan kamu kok, kamu mau apa, hm?" balas Randa.
"Kalau Atha udah gak ada, Atha titip Altha sama Kak Randa ya, Kak. Kakak harus jagain Altha sama kayak Kakak jagain Atha," pintanya.
Mendengar itu, Randa malah tersenyum kecut. Seolah ucapan adiknya ini hanya sebuah lelucon saja.
"Emang lo mau ke mana, Tha? Mau ke luar negeri, hm?" tanya Randa, kemudian mengambil secangkir kopi dan diminumnya.
"Serius, Kak." Raut wajah keseriusan memang terukir di wajah Atha.
Mereka kini sedang berada di apartemen Atha. Selesai tes tadi, Randa meminta lokasi kepada Atha untuk dikirimkan lokasi apartemennya. Atha pun menyetujuinya dan mengirimkannya kepada Randa.
Atha berjalan menatap luar jendela, pemandangan di luar sana membuat hatinya tenang. Terlihat pepohonan yang hijau dan gedung-gedung yang menjulang tinggi.
"Atha ngerasa kalau Atha udah gak kuat, Kak. Atha capek, Atha pengen nyerah aja, Kak," lirih Atha. Kemudian ia berbalik memberikan diri menatap Randa.
"Atha capek, Kak. Hidup Atha penuh kesialan terus menerus. Atha cuma nyusahin orang-orang di sekitar Atha, Kak Randa, Kak Ikky, dan temen-temen Atha yang lainnya, Atha cuma jadi beban bagi kalian," ucapnya lagi. Tanpa diminta air matanya menitik di pelupuk.
Randa bangkit dan mendekam Atha, adiknya ini sudah berani mengungkapkan keputus asaan di hadapannya. Randa memeluknya dan mengusap lembut rambut halus milik Atha.
"Tha, lo itu bukan beban bagi gue. Gue gak mau kehilangan lo. Lo itu adik gue satu-satunya yang gue sayang, lo bertahan demi gue ya. Gue gak mau kehilangan lo. Gue janji, gue bakalan selalu ada buat lo, gue akan jadi kakak yang selalu ada buat lo, Tha," ucap Randa dengan memeluk Atha.
Atha tidak membalasnya pelukan itu, ia hanya diam saja. Menganggap seolah ucapan Randa barusan adalah kata-kata untuk menyemangatinya saja. Untuk kali ini, Atha benar-benar capek, satu kota menyemangatinya pun, Atha tetap akan capek. Atha hanya butuh di dengar, membutuhkan ketenangan dalam hidupnya.
Atha melepaskan pelukan Randa, dan menatapnya seraya tersenyum. "Makasih, Kak. Makasih udah jadi kakak yang baik buat Atha, Atha bahagia jadi adik kak Randa," ucapnya.
***
Hari semakin sore, sinar senja terlihat begitu indah di barat sana. Jalanan pun terlihat padat orang-orang kantor, buruh, dan karyawan swasta maupun negeri mereka memenuhi jalanan untuk menuju ke rumahnya masing-masing. Melepas lelah dan bertemu dengan keluarga mereka.
Atha berjalan di lorong menuju kamarnya di apartemen ini, dengan membawa sebuah plastik berisi makanan untuknya. Dengan mengenakan stelan celana pendek dan hoodie berwarna cream. Ia berjalan dengan memainkan kunci kamar di jarinya.
Sesampainya ia di kamar, Atha meletakkan makanan itu di atas meja dan bergegas masuk kamar mandi. Ia baru saja mengambil pesanannya melalui online di luar.
Dirinya menolak ketika Randa mengajaknya untuk pulang ke rumah tadi siang. Tidak, Atha belum mau untuk pulang atau pergi dan ikut dengan siapapun. Atha sudah merasa nyaman dengan kesendirian dan ketenangan di apartemen ini. Pak Aidan pun tidak mempermasalahkannya, yang penting ia bisa membahagiakan anaknya, Altha. Karena selama ini Pak Aidan merasa sibuk dengan pekerjaan saja, hingga sedikit kasih sayang yang diberikan kepada putrinya. Setelah tahu bahwa ada seseorang yang bisa membahagiakan putrinya, Pak Aidan tidak segan untuk memberikan apapun kepadanya, termasuk Atha.
Selesai mandi, jam pun menunjukkan waktunya sholat maghrib. Atha bergegas mempersiapkan diri untuk menggelar sajadah di kamarnya. Rasanya malas sekali berjalan ke masjid yang jauh di lantai 1, sementara kamarnya berada di lantai 6. Bisa-bisa ketika Atha sampai masjid waktu sudah menunjukkan waktunya sholat berikutnya.
Setiap hari, Atha selalu berdoa untuk kesembuhan dirinya. Tapi tidak ada hasil, dirinya merasa tidak didengar oleh Tuhan. Ia merasa lelah mengulang doa di setiap ibadah.
Di sisi lain, Rizky dan Sahnti tengah menyantap makan malam berdua. Meskipun hari-hari dilakukan berdua, mereka selalu bersyukur karena tidak pernah kekurangan makanan. Tubuh Rizky juga terlihat sehat dengan hasil masakan neneknya itu. Hanya tinggal neneknya saja harta berharga Rizky.
"Nek." Rizky memanggilnya.
"Hm." Hanya dehaman saja tanda balasannya Shanti untuk Rizky. Ia fokus makan menyantap masakannya ini.
"Acha udah makan belum ya, Nek," ucap Rizky yang membuat aktivitas Shanti terhenti.
Kemudian Shanti menatap Rizky seraya tersenyum. "Kamu makan aja dulu ya, gak usah mikirin hal di luar sana," ucap Shanti.
"Tapi, Nek-"
"Udah, nenek yakin. Adik kamu juga pasti lagi makan. Percaya sama nenek ya," sergahnya memotong ucapan Rizky.
"Rizky cuma gak mau aja Nek kalau kita makan, sementara salah satu anggota keluarga kita di luar sana kelaparan," katanya.
Semenjak ia mengetahui bahwa Atha masih hidup, Rizky selalu mengaitkannya dengan apapun, ia selalu memikirkan Atha sudah makan belum ketika ia mau makan. Rizky tidak mau jika mengetahui adiknya kesulitan untuk mendapatkan makanan.
"Kamu ada nomor telponnya 'kan. Kamu telpon gih," pinta Shanti.
Akh Rizky tidak berpikir sampai ke nomor telepon. Benar, ia kan bisa menelponnya untuk mengetahui kondisi adiknya saat ini.
"Oh iya, Nek. Bentar, Rizky ambil hp dulu di kamar." Tanpa menunggu jawaban dari Shanti, ia segera berlari menuju kamarnya untuk mengambil hp dan menghubungi Atha.
Terdengar suara langkah kaki buru-buru menaiki anak tangga, semangat sekali sepertinya Rizky. Oh jelas, bagaimana tidak. Rizky sebenernya seorang kakak yang super perhatian dan peduli. Oh bukan hanya seorang kakak, tapi sebagai manusia. Rizky merupakan manusia yang super paling peduli dan baik hati. Di sekolahnya saja ia disegani oleh beberapa siswi, mereka menganggap kebaikan dan perhatiannya itu dilakukan untuknya saja, padahal ia melakukannya kepada semua orang. Termasuk Fani sang kekasihnya.
Sambungan kini sudah terhubung dengan, Atha. Ia kembali berjalan menemui Shanti di meja makan. Sambil mengarahkan kamera dan tersenyum. Ketika melihat Atha memang bener sedang makan. Rizky pun jadi nafsu untuk menghabiskan semua makanan masakan neneknya ini.
"Oh ya, Cha. Lo tinggal di mana sekarang?" tanya Rizky seraya memasuki sesendok makannya.
Bahkan tidak ada yang tahu di mana Atha tinggal sekarang, hanya orang-orang tertentu saja seperti Randa yang baru saja mengetahuinya, dan Altha yang memang anak pemberi apartemen itu.
Atha diam tak menjawab. Karena pada dasarnya Atha tidak ingin siapapun mengetahuinya ia tinggal di mana saat ini. Atha hanya butuh ketenangan dengan kesendirian ini.
Bersambung.
Hallo apa kabar semuanya? Semoga baik-baik aja ya sehat selalu dan dilancarkan aktivitasnya. Maaf banget aku baru bisa nulis setelah berbulan-bulan hiatus.See you next chap, gays.
Vote!
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? [LENGKAP]
Teen Fiction"Kenapa selalu aku yang disalahkan. Kenapa semua orang membenciku. Kenapa, Tuhan!" "Kenapa aku terlahir dengan takdir yang tak pernah mendapatkan kebahagiaan. Jika Engkau membenciku maka jemput saja aku, Tuhan. Aku lelah dengan kehidupan ini." Atha...