LX. Kematian

938 90 27
                                    

Fajar menyingsing dan Rajendra sudah siap dengan baju zirahnya. Anargia memakai jubah hitamnya, berkuda di sisi Rajendra layaknya pengawal pribadi. Mereka menembus hutan yang menjadi pintu masuk Ravenna, hutan berkabut yang dari jauh saja sudah menguarkan aura gelap yang tidak enak dirasa.

Alia berada di salah satu kereta kuda yang dibawa untuk kondisi darurat. Kristiano memacu tali kekang kudanya lebih cepat, mengimbangi Rajendra yang tampak kesetanan.

"Kita bagi pasukan. Jenderal Besar dan Kepala Polisi bisa mengepung Menara Sihir. Aku dan Pangeran Nirvana yang akan naik." Rajendra membagi tugas sambil memacu kudanya cepat. Bayangan Sienna yang terbaring tak sadarkan diri membuat tangannya menggila untuk semakin mempercepat laju kudanya.

Ia benar-benar tidak bisa memaafkan dirinya sendiri kalau ia tidak bisa menyelamatkan Sienna.

Matahari mulai menyengat saat Rajendra melihat Menara Sihir di hadapannya. Rajendra memacu kudanya kembali, menatap gelang batu pirus yang kini melingkari pergelangan tangannya ... Batu itu masih berpendar terang bahkan ketika matahari sudah menyinari dunia.

"Ini buruk, Yang Mulia." Anargia tiba-tiba menghentikan kudanya. Rajendra yang tadinya berpacu kencang mendadak berhenti, membuat kavaleri di belakangnya terhenti seketika.

Pria itu mengerjapkan matanya kaget. Menara Sihir yang tadinya sepi, tiba-tiba dipenuhi para prajurit yang muncul secara gaib. Rajendra memicingkan mata. Ada pemanah, ada pasukan berpedang. Herannya mereka semua diam seperti patung, seolah menunggu untuk digerakkan.

Anargia menatap Rajendra ragu. Untuk kali ini ia membaktikan dirinya menurut pada Rajendra. Rajendra diam beberapa saat. Batu pirus itu kembali berpendar terang, membuat Rajendra menarik napas panjang.

"Pasukan kita banyak. Tidak usah takut mati. Jenderal, pimpin pasukanmu maju lebih dulu. Kepala Polisi, carikan jalan untukku dan pastikan kondisi menara di dalam aman." Rajendra memberi perintah. Ia harus tetap selamat kalau mau menyelamatkan Sienna. Anargia menatap Rajendra, menunggu perintah yang menyebut namanya.

Rajendra bisa mendengar suara gemuruh kuda pasukan Kristiano yang menyerbu maju. Mengepung Menara Sihir dan mulai menebas manusia-manusia yang tidak seperti manusia itu.

Kristiano membelalak saat kepala yang ia tebas justru menyatu kembali. Memotong tangannya, lengannya bahkan bisa melompat dan kembali membentuk badan utuh sempurna.

"Serang jantungnya, Jenderal!" Aryandra Dewanata sudah menusuk beberapa prajurit dengan pedangnya yang panjang. Menusuk tepat di dada kiri, menembus tulang dan memecah jantung yang membuat darah prajurit itu muncrat dan langsung jatuh ke tanah.

Rajendra mendengar suara deburan tanah karena para prajurit yang tewas. Rajendra memilih menyingkir, membiarkan pasukan Kristiano dan Aryandra menghabisi para prajurit yang menjaga Menara Sihir.

Kalau tebakan Rajendra benar, mereka jelas bukan prajurit biasa. Tetapi prajurit yang ada karena perjanjian sihir. Ia bisa melihat jumlah prajurit musuh yang justru semakin berlipat ganda walau yang mati sudah banyak sekali. Mata mereka yang memerah membuat Rajendra menarik napas dalam-dalam. Di saat ini ia benar-benar menyesali kenapa ia tidak mempelajari sihir untuk membasmi musuh-musuhnya.

"Aku akan maju." Setelah daritadi Anargia hening karena menunggu perintah Rajendra, pria itu memilih mengambil langkahnya sendiri. Rajendra menggelengkan kepala.

"Apa yang mau kau lakukan?" Rajendra mengultimatum, pedang panjangnya itu berkilat-kilat mengacung ke arah leher Anargia. Anargia memang sudah memberinya banyak bukti, tetapi Rajendra belum bisa sepenuhnya percaya.

"Aku bisa membinasakan mereka semua, Yang Mulia." Anargia menatap kilatan manik mata Rajendra yang sangat berkharisma. Anargia menatap Rajendra menantang. Awalnya dari tadi ia ragu. Membinasakan mereka semua berarti Anargia akan menyerahkan seluruh berkat dan energinya. Bukan tidak mungkin ia akan kehilangan dirinya sendiri.

[END] Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang