XCII. Ekalaya

498 52 4
                                    

"Kamu mau dipanggil apa jadinya, Raj?" Aku menggendong Gasendra dan mengayun-ayunkan anak itu. Gasendra tersenyum lebar, kedua matanya menyipit senang. Ia suka sekali kalau diayun-ayunkan di dekat kolam ikan koi yang Rajendra buat.

"Ayah." Rajendra menatap Gasendra, mengambil Gasendra dari tanganku. Gasendra makin tersenyum lebar. Ia suka digendong ayahnya karena ayunan Rajendra jelas lebih tinggi dan bertenaga. Rajendra kadang juga suka aneh-aneh. Pura-pura melempar Gasendra ke air, lah. Mendudukkan Gasendra di kuda, lah. Herannya anak itu tidak menangis. Justru tertawa kencang dengan matanya yang menyipit itu.

Gemas sekali anakku.

"Waa, anak Ayah mau berenang sama ikan koi?" Rajendra sudah mulai lagi. Awal-awal Hevina dan Leon selalu cengo dan panik saat Rajendra mulai melakukan hal-hal anehnya itu. Aku yang istrinya saja seringkali dibuat jantungan. Seperti sekarang.

"Raj, itu anakmu kulitnya masih sensitif. Air kolam kotor." Aku mencoba tetap tenang, menegur dengan nada sehalus yang aku bisa.

Masalahnya itu kakinya Gasendra sudah terendam di kolam! Kalau alergi nanti, bagaimana? 

"Raj," tegurku. Intonasiku mulai meningkat. Rajendra hanya nyengir lebar, mengangkat Gasendra sebentar untuk kemudian merendamkan kaki Gasendra lagi di kolam. Lucunya, Gasendra justru mengoceh sambil tertawa senang.

Tangannya mencoba menggapai-gapai tanganku. Aduh ... Aku tidak bisa tidak luluh.

"Anak kita lucu sekali, ya, Na." Rajendra masih asik menaik-turunkan Gasendra di udara. Anak itu semakin lebar saja senyumnya. Aku jadi ikutan tersenyum cerah. Dia sepertinya suka sekali bermain di dekat kolam.

Rajendra sempat berpikiran untuk membangun kolam renang pribadi di dalam ruangan. Gasendra suka sekali air. Aku oke saja, ide Rajendra cukup futuristik. Gasendra harus bisa berenang. Biar kalau ada insiden seperti Rajendra dulu, ia tidak kelabakan kalau harus berenang melintasi samudra.

Aku mengambil kain dengan antiseptik yang disiapkan Hevina. Aku mengeringkan kaki Gasendra yang masih diangkat Rajendra. "Habis ini mandi, ya?" Aku menatap mata bayiku gemas. Kalau tidak ingat tanganku kotor, aku ingin mencubit pipinya.

"Aku mau ikut mandi, ya, Na?" Rajendra menatapku dengan mata berbinar. Gasendra juga sama berbinarnya. Duh. Kalau Rajendra yang memandikan Gasendra, artinya mereka mau berendam. Aih, tapi lihat binar antusias Gasendra, aku jadi tak tega.

Selagi Rajendra masih punya banyak waktu bersama Gasendra, tidak apa-apa, deh.

"Jangan lama-lama, nanti Gasendra masuk angin." Rajendra mengacungkan jempolnya sembari mendekap Gasendra dengan tangan kanannya. Hevina membantuku menyiapkan pakaian Gasendra. 

"Kamu tidak mau ikut mandi sekalian?" Rajendra menatapku, menggoda. Tatapannya yang meledek itu membuatku mendelik.

"Nanti tambah lama. Gasendra belum boleh kena air lama-lama," tegasku gemas. Rajendra tertawa. Ia membopong Gasendra yang sudah tidak pakai baju ke kamar mandi.

Aah, kalau begini, aku seringkali mendadak egois. Bisa tidak, sih, Rajendra jadi suamiku saja tidak usah sibuk jadi putra mahkota?

**

Satu hal yang kusyukuri setelah delapan bulan Gasendra lahir adalah Rajendra semakin menyempatkan waktu untuk pulang lebih awal. Dari yang biasanya pulang larut malam, jadi tiba-tiba suka pulang siang dengan dalih rindu anaknya.

Aku cemburu, sih.

"Jadi kangennya cuma sama Gasendra?" Aku mengerjapkan mata saat Rajendra datang-datang langsung mau mengambil-alih Gasendra dari gendonganku. Rajendra mengecup pelipisku lembut.

[END] Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang