LIV. Kejutan

780 82 25
                                    

Rajendra memutuskan kembali ke kamar Sienna. Chavania dan Melrose kembali ke kamar mereka. Ini sudah larut malam. Kakek Karna juga sudah beristirahat setelah memastikan batu-batu alam yang berisi penuh energi itu menyerap energi negatif yang ada di sekeliling Sienna.

Rajendra duduk di sofa yang ia pindah ke sisi ranjang. Sebenarnya ranjang itu masih punya banyak tempat kosong, ia bisa tidur di sana dengan nyenyak. Tetapi matanya belum bisa menutup. Tangannya meraih punggung tangan Sienna yang disuntik infus.

Rajendra mencium punggung tangan istrinya lembut. Wajah Sienna sudah mulai kembali tidak pucat lagi. Kalimat terakhir Sienna sebelum tak sadarkan diri benar-benar mengganggu pikiran Rajendra saat ini.

Berkali-kali ciuman ia daratkan di punggung tangan Sienna putus asa. Rajendra tidak mau kehilangan Sienna. Rajendra tidak ingin Sienna pergi dari sisinya. Tidak boleh. Tidak akan.

Namun Rajendra juga sadar ia hanya manusia. Bisa apa manusia kalau Tuhan yang berkehendak?

"Kak?" Lakeisha mengintip di balik pintu. Mata besar gadis itu melongok melihat kakaknya yang menundukkan kepala sembari memegang punggung tangan Sienna. Lakeisha menatap kakaknya miris.

Kenapa, ya, kakaknya itu selalu tidak beruntung masalah cinta?

"Masuk." Rajendra tidak berniat menjawab lebih panjang. Lakeisha mengangkat kakinya lebih tinggi, tidak ingin meninggalkan suara. Gadis bergelar putri agung itu menarik kursi di sebelah kakaknya, mengamati Sienna yang tampak damai dalam tidurnya yang lelap.

Bahkan Sienna lebih muda darinya. Lakeisha bersyukur Tuhan tidak memberinya takdir sekejam kakak dan kakak iparnya.

"Kulihat Kakak benar-benar mencintai Sienna. Secepat itu Kakak melupakan Putri Hiraani?" Lakeisha bertanya, menuntaskan rasa penasarannya yang sebetulnya sedikit tak elok. Tetapi demi wajah kuyu Rajendra, dan firasat Lakeisha yang buruk, Lakeisha merasa berkepentingan untuk menanyakan hal ini pada kakaknya.

"Aku tidak tahu aku cinta atau tidak." Rajendra mengelus perut Sienna lembut. Cahaya berwarna putih berpendar, membuat Lakeisha yang baru pertama kali melihat terperangah.

"Tapi aku bisa gila kalau aku pulang tanpa Sienna." Rajendra menggelengkan kepala kuat-kuat. Berusaha mengusir bayangan-bayangan buruk yang terus berkelibatan di kepalanya.

Lakeisha mengangguk mengerti. Sebagai putra mahkota, sebagai pangeran Naladhipa, tanggungjawab Rajendra begitu besar. Keberadaan Sienna jelas meringankan beban kakaknya, apalagi Putri Mahkota memang berbakat dan pintar menempatkan diri.

"Tidurlah, Kak. Sienna tidak akan suka melihat kau yang kotor dan kumal seperti gelandangan." Lakeisha mengejek, walau sebetulnya Lakeisha jujur.

Wajah dan pakaian Rajendra yang kusut, kumal, tampak tidak terurus. Padahal Sienna baru pingsan belum genap dua hari, tapi kakaknya sudah seperti duda kehilangan istri.

Rajendra melemparkan tatapan tajamnya. Lakeisha malah melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak bohong. Sienna pasti sedih melihatmu seperti gelandangan. Kakak belum mandi, ya?" Lakeisha mengendus-endus tubuh Rajendra, membuat Rajendra melepas tautan tangannya pada Sienna dan menjitak dahi lebar adiknya.

"Kau ini. Tidur, sana. Masih kecil tidak boleh begadang," usir Rajendra, senyumnya sedikit merekah karena kehadiran sang adik. Lakeisha memutar bola matanya malas.

"Aku dan Sienna saja tua aku."

"Sienna 'kan istriku. Kau belum menikah. Jangan mengganggu," usir Rajendra lagi. Lakeisha mendengkus, malas menanggapi ucapan Rajendra yang menyebalkan.

[END] Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang