LII. Sadar

794 85 14
                                    

Rajendra memainkan pionnya. Ruang bawah tanah yang disulap sebagai markas kini jadi tempat konsolidasi pihaknya. Terutama para pangeran muda, karena para adipati memang urusan Arsenika.

Rinjani Hasanuddin Husein Fahrian dan Hamdri Anusapati Gaffi Estungkara datang bergabung. Dua pangeran yang sengaja Rajendra tarik. Dua-duanya dulu sempat menjadi teman di Akademi Militer, tetapi Gaffi memilih bekerja di bawah Kepolisian sebagai ketua bidang intelijen, dan Husein adalah menteri paling muda yang kini menjabat sebagai menteri riset dan teknologi.

"Giliran Yang Mulia." Gaffi menjalankan pionnya santai. Rajendra mengarahkan kudanya, memangsa pion Gaffi dan mengambil pionnya langsung.

Gaffi tersenyum miring. Putra Mahkota berusia lebih muda darinya beberapa tahun. Tetapi kharisma dan langkah pria itu memang tak dapat diragukan lagi.

"Langkah Yang Mulia sangatlah terang. Kita harus membiarkan lawan kita merasa menang dulu baru kita tunjukkan siapa pemenangnya." Gaffi menjalankan ratunya, menskak Rajendra yang ditanggapi Rajendra dengan senyum tipis.

"Kurasa kelemahanku memang itu. Itu alasanku menarikmu ke sini." Rajendra menatap lurus Gaffi yang kini mengangguk hormat. Tangan Rajendra terjulur, menjabat tangan Gaffi yang langsung tersenyum senang.

"Waktu kita tidak banyak, Pangeran Hamdri. Aku percayakan rencana ini padamu." Rajendra menatap Gaffi yang memilih menjalankan pionnya kembali.

"Aku bisa menaruh orang-orangku untuk meledakkan Ekalaya perlahan. Sebagai peringatan." Gaffi memberi usul. Usul yang sedari dulu sangat Rajendra hindari. Ia tidak bisa menyakiti rakyat begitu saja.

"Aku tidak bisa membiarkan rakyatku terluka." Rajendra ragu. Titanic yang meminum sirupnya langsung menyambar pion Rajendra.

"Istrimu bisa diculik duluan kalau kau tidak mau semua orang terluka, Jen. Jangan rakus," tukas Titanic. Setelah pertemuannya dengan sang putri tadi siang, Titanic benar-benar sebal dengan tingkah laku Rajendra yang kadang terlalu memikirkan semua orang.

Rajendra selalu memikirkan semuanya. Rakyatnya, negaranya, bisnisnya. Orangtuanya, keluarganya. Pertimbangan Rajendra terlalu banyak. Dan itu membuat rencana mereka tidak jalan-jalan.

Mata Titanic memicing melihat Rajendra termenung. Di waktu ini pula terkadang Titanic gemas dengan Rajendra. Ia tahu, pertemuan Rajendra dan Sienna yang intens bahkan belum sampai setahun. Tetapi kalau Rajendra belum bisa menganggap Sienna istrinya, bisakah Rajendra mengamankan Sienna sebagai asetnya? Sebagai miliknya?

Kejayaan putri mahkota juga bagian dari perhiasan kerajaan. Seandainya Rajendra tidak benar-benar mencintainya, setidaknya mempertahankan Sienna adalah upaya untuk menjaga marwah istana tetap terjaga.

"Meledakkan sesuatu terlalu berisiko. Kita bisa membahayakan banyak orang." Rajendra masih tidak setuju. Titanic menggeram gemas.

"Apa kau masih bisa berpikir keselamatan orang lain kalau istrimu sendiri terluka, ha?" Titanic menatap Rajendra menantang. Ia benar-benar gemas dengan sikap Rajendra yang plin-plan. Mereka semua hadir di sini untuk Rajendra, untuk Sienna. Tetapi Rajendra justru berbicara hal lain, hal yang bisa dicari solusi dan jalan tengahnya.

"Sebelum jadi suami Sienna, aku lebih dulu jadi putra mahkota." Rajendra balas menatap Titanic tajam. Titanic terhenyak. Pangeran Agung Mahardika itu menonjok bahu bidang Rajendra seketika, membuat Rajendra memandangnya dengan tatapan menusuk.

"Brengsek." Titanic terkekeh. Rajendra tidak berniat membalas pukulan Titanic. Tetapi Titanic kembali melayangkan tangannya di udara, membuat Rajendra langsung menangkap pergelangan tangan Titanic.

"Kau brengsek, Rajendra. Istrimu menunggumu di rumah. Dengan belajar keras. Berusaha jadi ibu yang baik di usia mudanya. Istrimu bahkan memintaku menyalamkan padamu bahwa ia menunggumu nanti malam." Titanic tidak berusaha melepaskan tangannya. Pria itu justru menantang Rajendra dengan tatapannya. Tatapan tajam dengan mulut tajam khas seorang Bharata.

[END] Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang