VIII. Kereta Kuda

1.6K 185 85
                                    

Aku memutuskan melangkah mengikuti Putra Mahkota ke lantai dansa.

Mengabaikan tatapan orang-orang, termasuk tatapan nyalang Anargia yang membuat hatiku mencelos tiba-tiba.

Ini seperti potongan lirik lagu, I know I said goodbye and baby you said it too, but when I touch him I feel like I am cheating on you.

Rasanya seperti selingkuh terang-terangan tapi aku dan Anargia tidak memiliki hubungan.

"Ikuti langkahku, Nona Mandalika." Putra Mahkota menarik pinggangku mendekat, menuntunku berdansa di aula, tepat di bawah sorot lampu gantung mewah yang membuat kami seolah jadi highlight pesta.

Aku melangkah mengikuti irama, tangan kananku kutaruh di bahu Rajendra sementara tangan kiriku ada di dalam genggamannya.

Orkestra mengalunkan melodi klasik yang cocok untuk berdansa. Rajendra menuntunku menari di hadapan orangtuanya dan orangtuaku juga.

Bisa kulihat Ratu Manohara tersenyum puas sekaligus bangga. Raja Arsenika tersenyum, susah sekali mendeskripsikan ekspresi wajah Raja Arsenika yang cenderung datar dari waktu ke waktu. Pria itu hanya akan terlihat ramah ketika istrinya bahagia.

Bucin, memang.

"Maaf menginjak," ujarku, setelah tak sengaja menginjak sepatu Putra Mahkota. Putra Mahkota tersenyum tipis, melodi lagu sudah hampir sampai ke puncaknya.

Putra Mahkota membawaku berputar, membuat tanganku berada di atas dengan tubuhku yang menjauh dari tubuh tingginya, membuatku mendongak karena aku pendek.

Namun dalam sekali ketukan, pria itu menarik tubuhku, menyangga punggungku, mendekatkan hidungnya pada hidungku.

Membuatku mau tak mau menatap mata hitam kebiruannya yang seindah lapis lazuli.

Wajahnya yang tampak gagah, kharismatik. Aku menahan napas, posisi hidungnya yang terlalu dekat dengan hidungku membuat aliran darahku berdesir tak karuan.

Dada bidangnya yang hampir menyentuh tubuh bagian depanku, membuat aku melengkungkan tubuhku untuk mengambil jarak.

Posisi ini ... Putra Mahkota jelas sengaja memancing skandal!

Aku bukannya tuli. Aku jelas mengerti banyak rumor beredar tentangku di kalangan bangsawan.

Tentang Ratu Manohara yang menginginkanku jadi menantunya.

Tentang aku yang katanya punya kemampuan aneh.

Tentang hubungan tidak wajarku dengan Anargia.

Selama aku masih menyandang nama Agradhipa Mandalika dan orangtuaku masih berkuasa, mereka jelas tidak akan berani bergunjing di depanku.

Aku tidak tuli.

Aku tahu di luar sana ada yang sengaja menggiring opini, memanas-manasi kerajaan untuk menjadikanku putri mahkota, demi membatasi kekuasaan ayahku dan masa depanku.

Terdengar lucu, ya? Tapi kenyataannya menjadi ratu tidak seberkuasa perdana menteri. Bergabung dengan keluarga kerajaan berarti harus siap dengan segala aturan memuakkan. Mereka sengaja membuatku menjadi putri mahkota untuk membatasiku, aku tahu.

Tapi mereka salah.

Wajah Putra Mahkota menaik, bibirnya mendarat di keningku yang sedikit tertutup anak rambut. Mataku membelalak, tetapi tangan kokohnya menyangga punggungku kuat-kuat.

Aku bisa mendengar suara riuh tepuk tangan dan siul-siulan dari para tamu pesta.

"Anda begitu lancang, Putra Mahkota." Aku setengah berbisik, mengeratkan peganganku pada bahunya. Rajendra hanya tersenyum datar.

[END] Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang