10. Bianglala

16.7K 1.4K 55
                                    

Aku sangat gelisah, tidsk sabar menunggu jam kerja selesai. Meski ragaku berada di ruang meeting, pikiranku berkelana jauh.

Semua larena pesan Om Harris. Juga ajakan makan malam darinya.

Sayang, aku terpaksa menolak ajakan makan malam itu karena ada team dinner. Meski team dinner diadakan di restoran mewah di Marina Bay Sand, rasanya lebih menyenangkan saat makan di Hawker bersama Om Harris.

This is so wrong. Tidak seharusnya aku bersemangat seperti ini karena Om Harris.

"Kita bisa ke Marina Barrage. Duduk santai aja nikmatin Singapura di malam hari. Kalau kamu enggak capek."

Mataku nyaris keluar dari rongganya ketika membaca pesan Om Harris lagi. Aku pikir dia akan meninggalkanku begitu saja ketika aku menolak ajakannya, tapi dia malah menawarkan pilihan lain.

Pilihan yang tidak mungkin kusia-siakan.

"Boleh, Om. Aku belum pernah ke sana."

Aku tak kuasa menahan senyum. Berkali-kali aku menegaskan pada diriku sendiri bahwa ini bukan kencan, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berharap bahwa ini kencan.

Kencan dengan Om Harris adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Namun, perutku yang melilit dan harapan yang membuncah saat melewati detik demi detik sampai bisa bertemu Om Harris lagi membuatku tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.

***

"Om." Aku melambai ke arah Om Harris. Dia menungguku di depan Marina Bay Sands.

Aku sengaja pamit duluan dari team dinner dengan alasan menyiapkan kepulanganku besok. Untungnya tidak ada yang mencurigai alasan tersebut.

"Hai." Om Harris menyapaku saat aku berada di depannya.

Wajahnya yang teduh dan senyumnya yang hangat membuat perasaanku kembali tidak keruan.

"Pesawat jam berapa besok?" Tanya Om Harris.

Dia berjalan pelan, menyamakan langkahnya denganku. Tak ayal aku jadi teringat Marthin yang sering protes karena merasa jalanku terlalu pelan.

"Sore, pukul empat."

"Ada rencana paginya mau ke mana?" Tanyanya.

Aku sudah membuka mulut, tapi tiba-tiba urung saat menyadari Om Harris menatapku. Dari dalam hati, muncul keinginan untuk menghabiskan sisa waktu bersama Om Harris.

Ini salah. Tidak seharusnya aku mengikuti keinginan tersebut. Namun aku tak kuasa menolaknya.

Hanya di Singapura. Karena aku yakin, begitu sampai di Jakarta, dia akan kembali menjadi orang asing. Jadi aku hanya ingin menikmati sisa waktu ini. Om Harris sosok yang menyenangkan sehingga aku ingin lebih lama lagi bersamanya.

"Ada toko roti yang katanya enak banget. Tiong Bahru Bakery, aku mau ke sana. Om tahu tempatnya?" Tanyaku.

Om Harris tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Kamu mau sarapan di sana?"

Aku membalas dengan anggukan. "Kalau Om masih di Singapura besok, mungkin kita bisa sarapan bareng?"

Jantungku berdegup kencang saat menunggu jawaban Om Harris.

"Boleh. Saya baru berangkat ke Korea besok sore."

Aku pikir akan berada di penerbangan yang sama dengannya besok. Tanpa bisa kuhindari, aku merasa ada sedikit kecewa merambati hatiku.

Om Harris mengajakku duduk di bagian rumput yang kosong. Di sekitar ada banyak orang yang juga bersantai di taman ini. Di depanku, Singapore Flyer menjulang dengan gagah, tampak berkilauam di antara kerlip lampu gedung-gedung yang ada di sekitarnya.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang