11. When I Look at You

17.7K 1.5K 83
                                    

HARRIS

Rayya.

Perempuan itu belakangan mulai mengusik hidupku. Padahal tidak seharusnya aku memikirkan dia.

Apa yang ada di pikiranku saat inim? Seharusnya aku berpikir mengandalkan logika, tapi logikaku entah di mana sekarang.

Sebagai seorang pilot, seharusnya aku berpikir logis. Namun di hadapan Rayya, semua akal sehat itu hilang entah ke mana.

Sewaktu Marthin membawanya ke rumah, aku tidak berpikir macam-macam. Namun, ketika Rayya tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya akibat tingkah Marthin, aku jadi ingin memarahi anakku itu. Dia tidak tahu apa yang telah dia sia-siakan.

Setelah tanpa sengaja bertemu Dayya di bioskop, aku semakin ingin mengajak Marthin bicara empat mata. Perempuan seperti Rayya sangat sulit ditemukan. Marthin terlalu bodoh untuk menyia-nyiakan perempuan seperti Rayya.

Apalagi setelah tahu Marthin menelantarkan Rayya saat dia sakit, aku sangat kecewa kepada Marthin. Jadi ketika Rayya memutuskan Marthin, aku mendukungnya.

Anakku itu baru akan menyesal setelah dia kehilangan Rayya. Dia baru akan sadar telah menyia-nyiakan Rayya, karena dia tidak akan menemukan perempuan seperti Rayya lagi.

Jika aku adalah Marthin, aku akan segera menikahi Rayya.

Cinta selalu datang tanpa diduga. Itulah yang kurasakan terhadap Anne. Aku tahu Anne satu-satunya untukku, sehingga aku menikahinya di saat usia kami masih sangat muda. Yang ada di pikiranku adalah menghabiskan seumur hidup bersama Anne. Mungkin sampai kami berumur delapan puluh tahun.

Sayang takdir berkata lain. Anne dipanggil begitu cepat.

Aku tidak yakin bisa menemukan perempuan seperti Anne. Perempuan yang membuatku tidak bisa memikirkan hal lain selain dirinya dan selalu mencari cara untuk menghabiskan waktu dengannya.

Setelah Anne, aku mencoba membuka diri. Namun tak satu pun yang bisa membuatku merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan untuk Anne.

Aku menyerah. Mungkin memang Anne satu-satunya untukku.

Hingga Rayya datang.

Dia kembali menghadirkan perasaan yang telah lama terkubur di dalam hatiku. Setiap detik, aku selalu memikirkan Rayya. Sibuk mencari alasan agar bertemu lagi dengannya.

Ini salah besar.

Apa kata Marthin jika dia tahu ayahnya malah menginginkan mantan pacarnya?

Apa kata dunia jika tahu aku menginginkan perempuan yang jauh lebih muda dariku?

Aku mengusir Rayya dari pikiranku. Segala cara kulakulan agar dia tidak semakin berakar di benakku.

Usia Rayya yang terpaut jauh menjadi alasan yang masuk akal, sehingga sudah seharusnya aku membunuh perasaan ini. Namun penerimaan Rayya membuatku sulit menghindar.

Rayya mungkin hanya bersikap ramah. Atau kasihan kepada pria tua sepertiku. Namun perasaan itu tak lantas membuatku menjauh dari Rayya.

Aku mencoba hal lain. Rayya pernah pacaran dengan Marthin, anakku sendiri. Aku membayangkan saat Marthin mencium Rayya, atau bercinta dengan Rayya. Bukannya membunuh perasaan, aku malah cemburu kepada anakku sendiri karena bertemu Rayya terlebih dahulu.

Kalau saja Rayya bukan mantan pacar Marthin, mungkin aku tidak akan merasa bersalah seperti ini.

Nyatanya perasaan bersalah tak lantas membuatku menghindar. Sebaliknya, aku semakin mendekati Rayya.

Pagi ini, aku menunggu di depan hotelnya. Mataku selalu tertuju ke pintu, berharap Rayya segera keluar dari sana.

Untuk pria seumuranku, sudah tidak di tempatnya jika aku deg-degan seperti ini. Namun, itulah yang terjadi.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang