24. Terbuai Perasaan

17K 1.1K 12
                                    

Rayya

Setelah tak ada piring kotor yang tersisa, Harris membawaku menjauh dari dapur. Malam masih panjang, hanya ada kami berdua di rumah ini, dan aku tidak ingin segera angkat kaki dari tempat ini.

Perasaanku sangat campur aduk. Rasanya masih bisa mendengarkan pernyataan cinta Harris. Aku tidak menyangka dia akan mengakui perasaannya secepat ini.

Dalam cinta, waktu jadi tentatif. Tak ada kata cepat atau lambat dalam mencintai. Selama ini aku berjuang keras untuk menumbuhkan rasa cinta, tapi nyaman saja tak cukup untuk menghadirkannya.

Harris memberikan kenyamanan berbeda. Bersamanya, tak ada sedikit pun beban di pundakku. Semuanya mengalir begitu saja. Aku tidak perlu berusaha. Aku jatuh cinta dengan sendirinya.

Harris melanggar aturan dengan menciumku setelah kencan kedua. Dia menyatakan cinta di kencan ketiga, di saat semestinya dia menunggu sampai kencan kelima.

Aturan apa lagi yang akan dilanggarnya?

Saat Harris mendudukkan tubuhnya di sofa, aku malah menuju pangkuannya. Aku mengabaikan sofa besar yang bisa memuat hingga empat atau lima orang itu. Pangkuan Harris terlihat lebih nyaman, lebih menggoda. Dia tidak menolak ketika aku duduk di pangkuannya dan berhadapan dengannya.

Gelora yang muncul saat Harris pertama menciumku, kini hadir lagi. Saat berhadapan dengan Harris dalam keadaan sangat intim seperti ini, gelora tersebut makin kuat menguasaiku.

Aku tidak tahu aturan yang dipegang Harris. Aku tidak tahu butuh berapa kali kencan sampai Harris mengajakku bercinta dengannya?

Selama ini aku menolak. Aku tidak bisa membayangkan tubuhku bersama pria yang tidak kucintai. Aku bahkan tidak berhasrat sedikit pun, sekalipun make out dalam waktu lama. Rasanya hambar. Aku bahkan mempertanyakan diriku yang tidak bisa turn on.

Namun, Harris berbeda. Hanya dengan menatapnya saja sudah cukup untuk memberitahu bahwa aku menginginkannya. Sangat menginginkannya.

Selama ini aku menganggap seks sebagai cara membuktikan cinta hanyalah omong kosong. Hanya akal-akalan lelaki untuk mendapatkan seks. Namun aku tidak akan mengelak, jika bercinta dengan Harris menjadi cara untuk membuktikan cinta, aku akan melakukannya.

Karena aku mencintainya.

Hanya Harris yang mampu menghadirkan gelora ini.

"Bulan depan ulang tahunmu. Kamu suka merayakan ulang tahun?" Tanya Harris.

"Kamu tahu dari mana ulang tahunku?"

Harris mengusap lenganku, mengalirkan gelenyar ke sekujur tubuhku. "Waktu kamu dirawat di rumah sakit, aku yang mengurus administrasi."

Kejadian itu adalah titik balik di hidupku. Titik yang membuatku bertekad untuk mengakhiri hubungan dengan Marthin.

"Aku enggak begitu suka merayakan ulang tahun. Kenapa kamu datang ke rumah sakit waktu itu?" Tanyaku.

Mata Harris membungkamku. "Aku memang belum terlalu mengenalmu, tapi sejak pertama bertemu dan Marthin meninggalkanmu sendiri, aku bisa menebak kamu sosok yang kuat. Kamu memilih melakukan apa pun sendiri tanpa bantuan orang lain karena tidak mau menyusahkan."

Aku menahan senyum karena pendapat Harris sangat benar. Aku paling pantang meminta bantuan, dan memilih untuk mengandalkan diriku sendiri.

Sambil terus mengusap lenganku, Harris melanjutkan. "Malam itu kamu menelepon Marthin. Itu tandanya kamu sudah sangat putus asa. Aku enggak bisa membayangkan kamu sendiri menahan sakit."

"Makanya kamu datang."

Harris mengangguk.

"Kamu katarsis yang aku butuhkan." Aku mengusap dadanya. Meski dibalut kemeja, aku bisa merasakan ototnya yang bertonjolan. "Aku memutuskan Marthin karena kamu menunjukkan aku layak mendapat perhatian yang seharusnya kudapatkan."

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang