Epilog: Menjadi Satu

14.6K 760 33
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Rayya Cassandra binti Ahmad Heriawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

***

Rayya

Tidak sampai semenit lalu, aku hanya seorang Rayya. Namun, begitu penghulu dan saksi menyatakan pernikahan ini sah, statusku langsung berubah.

Karena mulai detik ini, aku resmi menjadi istrinya Harris.

Sulit untuk menahan air mata agar tidak tumpah. Begitu aku menjejakkan kaki di ruangan tempat pernikahanku berlangsung, aku sudah kesulitan menahan tangis. Pun saat aku duduk bersandingan dengan Harris, air mata semakin memaksa keluar. Di saat Harris dengan lantang menyatakan lafaz qabul, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku.

Aku menyerah. Ketika Harris memasangkan cincin di jariku, lalu mengecup keningku, aku tidak lagi melawan. Aku pun membiarkan air mata mengaliri pipiku.

Ini bukan tangis duka. Ini tangis bahagia.

Aku memasangkan cincin di jari Harris, lalu mencium punggung tangannya. Sekuat tenaga, aku menahan isak tangis.

"Aku akan selalu mencintaimu, Rayya," bisik Harris saat memelukku.

"Aku juga mencintaimu, Mas."

Bukan hanya statusku saja yang berubah. Hidupku sepenuhnya berubah. Tentunya ke arah yang lebih baik, sebab hatiku telah memilih Harris.

Tak ada sedikit pun keraguan di sana.

***

Pesta pernikahan ini berlangsung sederhana. Bagiku, ini momen istimewa. Hanya orang yang memiliki andil penting di hidupku dan Harris yang seharusnya datang. Aku tidak butuh pesta mewah dengan ribuan tamu undangan, karena intimate party dengan tamu yang semuanya kukenal, jauh lebih berharga.

Sebab aku ingin merayakan penyatuan cintaku dan Harris bersama orang yang kusayang.

Acara ini semakin berarti karena dihadiri oleh penghuni panti. Harris bekerjasama dengan Bu Airin dan pemilik yayasan untuk membawa Oma Risma dan yang lainnya datang ke pernikahanku. Mereka memiliki tempat istimewa di hidupku, dan aku ingin mereka menyaksikanku menapak kehidupanku yang baru.

"Kamu sudah makan, Nak?"

Aku menoleh dan mendapati Mami menatapku lembut. Tatapan Mami mengingatkanku pada tatapan Harris. Tatapan itulah yang langsung menghapus semua kegundahanku ketika Harris memperkenalkanku kepada Mami dan keluarga besarnya. Semua ragu dan cemas yang sempat mampir, akhirnya hilang tak berbekas ketika Mami menyambutku dengan tangan terbuka.

"Belum, Mi. Tapi enggak lapar juga."

Mami tertawa. Meski sudah tua dan sulit untuk berjalan, Mami memaksa agar datang. Dari Mami, aku tahu kalau beliau sudah lama menginginkan Harris menikah lagi. Mami sampai putus asa karena Harris tidak menunjukkan tanda-tanda akan menikah.

"Mami balik ke kamar duluan, ya. Sudah malam, Mami capek." Mami menggenggam tanganku erat. "Selamat datang di keluarga ini, Rayya. Mami senang bisa berkenalan denganmu. Mami titip Harris, ya."

Aku mengangguk. "Makasih juga sudah menerimaku, Mi. Aku janji akan mencintai Mas Harris selamanya."

"Harris tidak pernah salah memilih perempuan. Mami mengerti mengapa dia butuh waktu lama untuk menikah lagi, karena dia punya standar tinggi. Dan kamu melebihi standar yang ditetapkan Harris," ujar Mami.

Ada sedikit pedih di hatiku saat mendengar penuturan Mami. Beliau tidak tahu bahwa sebelum bersama Harris, aku pernah berpacaran dengan Marthin. Menurut Harris, fakta itu sangat pribadi untuk diketahui oleh orang lain. Cukup segelintir saja yang tahu. Lagipula, sudah tidak ada gunanya sebab Marthin adalah masa lalu. Di masa sekarang dan masa depan, hanya ada Harris. Itu yang paling penting.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang