Rayya
Sesuai dugaanku, Harris langsung mencuri perhatian begitu menginjakkan kaki di panti. Kepercayaan dirinya membuat dia bisa membawakan diri dengan baik. Jika aku butuh waktu untuk memperhatikan sekitar sebelum benar-benar merasa nyaman, Harris melakukannya dengan mudah. Dia menyisir seluruh ruangan dengan matanya, lalu langkahnya yang tegap membawanya masuk.
Aku selalu tercengang setiap kali melihatnya. Seperti orang bodoh yang lupa caranya bernapas.
"Kamu mengajak Harris?" Tanya Mama. Hari ini, Mama bersikeras ikut acara meski aku memintanya istirahat. Lelah terus-terusan adu urat dengan Mama, akhirnya aku mengalah. Lagipula, ada aku di sini, jadi bisa mengawasi.
"Eyang Ilham minta dicariin juri satu lagi. Aku bingung ajak siapa dan kebetulan Mas Harris libur, makanya aku minta tolong dia."
Mama tersenyum penuh arti dan menepuk lenganku pelan. "Kamu bisa jatuh cinta sama dia sebelum kamu menyadari perasaanmu yang sebenarnya."
Ucapan Mama membuatku tertegun. Jantungku berdegup kencang. Sepertinya peringatan Mama datang terlambat.
Because when I look at him, he took my breath away.
"Pagi Rayya, Pagi Bu." Harris menyapa ramah.
Dia terlihat begitu segar pagi ini, dengan kemeja putih pas badan yang lengannya digulung hingga siku dan celana jeans yang membungkus kakinya dengan pas. Wajahnya mulai ditumbuhi facial hair tipis, membuatku ingin melarikan tanganku di sana dan merasakan bakal cambangnya menusuk tanganku.
Harris tersenyum, membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan dari bibirnya. Dia memiliki bibir penuh yang membuat benakku tak henti berpikir, bagaimana rasanya dicium Harris?
Aku yakin, dengan bibir itu, dia bisa membuat siapa saja drop on her knee. Me included.
Harris yang tegas dan percaya diri menampakkan aura dominan. Mungkin seperti itulah ketika dia mencium. Penuh dominasi.
If he kissed like that, I wonder what it would be when he fuck someone.
Aku refleks mengalihkan pandangan, menatap ke mana saja, asal Harris tidak melihatku. Bisa-bisanya pikiran kotor itu mampir ke benakku.
I'm not that innocent. Memang aku masih perawan, tapi bukan berarti pikiranku tidak pernah terjamah oleh hal berbau seks. Aku ingin merasakannya. Menikmati saat tubuh seorang pria bersatu denganku. Membuktikan sendiri ucapan orang-orang yang memuja seks.
Namun selama ini, aku tidak pernah terdorong untuk melakukannya. Bahkan ketika make out dengan mantan pacarku, aku berhenti di sana. Bukannya tidak berani melangkah maju, hanya saja aku tidak yakin mereka pria yang tepat.
Aku tidak ingin, hanya karena menuruti nafsu, aku menyesal di kemudian hari dan merusak pandanganku akan seks.
Namun, Harris berbeda. Dia menguasai pikiranku. Juga membuatku tak henti berpikir akan seks.
Seperti pagi ini, saat mendengar Harris bertanya soal kesehatan Mama, yang ingin kulakukan adalah melompat ke pelukannya, melingkarkan kaki di pinggangnya dan lengan di lehernya, menciumnya tanpa memikirkan apa-apa, membiarkan dia mencumbuku, merangsangku, menelanjangiku.
And let him fuck me into oblivion.
Bohong jika aku bilang bayangan itu tidak membuatku terangsang. Aku bahkan merasa tidak nyaman di bagian kewanitaanku.
Suara tawa yang riuh membuatku kembali ke masa sekarang. Sekuat tenaga aku mengusir pemikiran barusan dan berdoa semoga aku bisa bertahan di hadapan Harris tanpa melakukan tindakan memalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomanceHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...