20. First Date

15K 1.2K 28
                                    

Rayya

"Kamu mau kencan dengan Harris?" Oma Risma tiba-tiba masuk ke kamar Mama, diikuti Oma Gani dan Eyang Titi.

"Oma tahu dari mana?"

"Tadi Oma dengar waktu dia minta izin sama ibumu." Oma Risma menatapku lekat-lekat. "Kamu mau pakai baju ini?"

Aki menatap penampilanku. Tak ada yang salah. Aku merasa kaus pink muda dan rok selutut ini baik-baik saja, jadi aku mengangguk.

Ketiga nenek itu mengerang protes.

Oma Risma. "Pakai baju yang lebih baik, biar makin cantik."

Oma Gani. "Kamu juga harus dandan."

Eyang Titi. "Rambutmu jangan diikat begitu."

Mereka jadi fashion and beauty advisor dadakan sementara aku hanya melongo. Tiba-tiba Mama menyodorkan sehelai gaun hitam berpotongan sederhana tanpa lengan. Aku kenal gaun itu, gaun kesayangan Mama.

"Gaunnya sudah lama, tapi lebih baik dibanding bajumu."

Empat lawan satu sehingga aku kalah suara. Aku menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.

Mama lebih kurus dariku, sehingga gaun itu terasa sangat pas. Saat mematut bayanganku di cermin, aku tercekat. Potongannya yang ketat membuatku sadar ada lekuk di tubuhku. Bahkan payudaraku terlihat lebih besar dibanding biasanya.

Aku baru menyadari, pakaian dengan potongan yang pas bisa meningkatkan percaya diri.

Setelah puas mematut diri di depan cermin, aku kembali ke kamar Mama. Kini kamar itu lebih sesak karena banyak yang menungguku di sana.

Mendengar tanggapan nenek-nenek ini membuatku seolah sedang di tahap penjurian Puteri Indonesia. Aku yakin wajahku bersemu merah saat ini.

"Begini dong. Buat dia kesengsem sama kamu." Oma Risma memegang kedua sisi pundakku agar bisa menelitiku. "Kamu dandan sekarang, yang cantik."

Rasanya canggung, ketika aku memulas makeup disaksikan oleh para nenek ini. Namun pujian yang keluar dari mulut mereka membuatku semakin percaya diri. Aku hanya memakai makeup tipis, dan karena tidak bisa melawan Oma Risma, aku memulaskan lipstik merah di bibirku.

Karena tidak ada hair dryer, aku pun menggelung rambutku. Tidak mungkin membiarkannya tergerai, karena rambutku yang lepek akan membuatku tampak menyedihkan.

"Pakai ini."

Aku terharu ketika menerima hair piece berbentuk bunga yang diberikan Eyang Titi. Aku menancapkannya di gelungan rambutku.

"Coba sepatu ini."

Mataku terbelalak saat Oma Gani menyodorkan sepatu hak tinggi. "Ini sepatu siapa?"

"Punya Oma dulu, tapi masih bagus. Soalnya enggak pernah Oma pakai."

Enggak salah, nih, Oma Gani memakai sepatu ini? Pump shoes hitam dengan hak tinggi, yang dari mereknya membuatku kembali memelotot. Sepatu klasik, yang aku yakin harganya akan semakin mahal seiring pertambahan waktu karena termasuk barang langka.

Dengan berhati-hati, aku memakai sepatu itu. Rasanya sangat pas di kakiku. Hak tingginya memang mengintimidasi, tapi nyaman saat dipakai.

"Sepatu ini untukmu saja, biar bisa dipakai." Oma Gani menatapku dengan mata berbinar-binar.

"Kamu cantik banget, Rayya. Sering-sering kamu tampil begini, biar Harris enggak kepikiran melirik perempuan lain," timpal Eyang Titi.

"Dia mana bisa melihat perempuan lain, matanya ke arah Rayya terus," goda Oma Risma.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang