Rayya
Oma Risma memelukku erat. Aku tidak tahu kalau di balik sosok ringkih itu tersimpan tenaga yang kuat.
Hari ini aku datang ke panti untuk mengambil sisa barang yang tersimpan di sana. Aku datang sendiri karena Maka merasa lelah untuk perjalanan jauh.
Sesampainya di panti, Oma Risma langsung memelukku. Aku tidak memberitahu siapa pun soal kedatanganku, jadi wajar jika Oma Risma dan yang lainnya kaget melihat kehadiranku.
Selepas Oma Risma, giliran Eyang Titi yang memelukku. Meski tidak sekencang Oma Risma, tetap saja pelukan Eyang Titi menghadirkan kehangatan yang kurindukan. Begitu juga dengan penghuni panti lain. Aku merindukan mereka. Aku merindukan panti ini. Aku tidak menyangka jika panti yang awalnya terlihat menakutkan karena membuatku merasa menelantarkan mama, malah menjadi bagian penting di hidupku.
"Oh ya, hari ini kan harusnya belanja. Oma mau dibeliin apa?" Tanyaku.
Oma Risma mengibaskan tanganya di depanku. "Enggak usah. Sudah ada yang gantiin kamu."
Aku menatap mereka dengan kening berkerut. "Siapa?"
Eyang Titi menatapku usil. "Harris."
Mataku terbeliak. "Harris?"
"Kasihan dia. Kamu tega banget, Rayya, biarin dia kebingungan mencari kamu," ujar Oma Risma.
"Oma yang ngasih tahu alamatku?"
Tanpa merasa bersalah, Oma Risma mengangguk. "Dia sering ke sini, bantuin belanja bulanan. Dia juga yang ganti lampu di kamar Oma, juga benerin keran di kamar Eyang Titi."
Hatiku menghangat saat mendengar penuturan Oma Risma. Aku bisa membayangkan Harris menjadi pahlawan di panti. Dia tidak akan keberatan menghabiskan waktu libur dengan berada di panti.
"Dia sudah menemuimu?" Tanya Oma Gani.
Perlahan, aku mengangguk.
"Jadi, kamu sudah menerimanya lagi?" Eyang Titi menatapku ingin tahu.
Aku refleks menghela napas panjang. "Belum tahu, Eyang."
Eyang Titi merangkul pundakku. "Eyang bisa lihat kalau kamu menderita. Harris juga sama. Kalau dengan terpisah membuat kalian menderita seperti ini, mungkin memang sebaiknya kalian bersama."
Penuturan Eyang Titi ada benarnya, tapi aku belum bisa membawa hatiku untuk kembali menjalin hubungan dengan Harris. Aku tidak tahu apa yang membuatku ragu.
"Bagi Oma, ada tiga kesalahan fatal. Pertama, dia selingkuh. Kedua, dia menyakitimu baik fisik atau lisan. Ketiga, dia tidak membawamu jadi versi terbaik dirimu, malah sebaliknya. Kalau dia melakukan tiga hal itu, sudah tepat jika kamu meninggalkannya." Oma Risma menatapku lekat-lekat. "Apa dia melakukan hal itu?"
Aku menggeleng. Harris sosok yang setia, aku yakin itu. Dia tidak pernah menyakitiku. Dan Harris membuatku mengenal diriku sendiri. Dia membuatku terpacu untuk menjadi yang terbaik, agak bisa bersanding dengan dirinya.
"Kalau begitu, apa yang membuatmu ragu?" Tanya Oma Risma lagi.
"Aku juga enggak tahu Oma."
"Di usia Eyang yang hampir kepala delapan ini, satu hal yang Eyang pelajari, yaitu untuk selalu jujur pada hati nurani. Lihat dia, hatimu berkata apa, Rayya?" Aku mengikuti arah yang ditunjuk Eyang Titi.
Di pintu, aku melihat Harris membawa barang belanjaan dan tersenyum ramah menyapa siapa pun yang dilewatinya. Hatiku menghangat saat melihatnya. Debar jantungku seharusnya cukup untuk memberitahu bahwa cintaku kepadanya tidak akan pernah bisa pudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomanceHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...