Rayya
Aku tidak pernah menyangka akan menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Hanya sekali aku berada di sini, ketika Marthin mengajakku makan malam sebelum kemudian meninggalkanku. Malam itu juga, untuk pertama kalinya, aku berkenalan dengan Harris.
Hari ini, aku kembali ke rumah Harris. Hanya berdua dengannya, tanpa ada Marthin atau siapa pun.
Jantungku berdegup kencang saat menginjakkan kaki di sana. Mataku refleks menatap sekeliling. Tidak ada perubahan berarti dibanding kali pertama aku datang ke rumah ini.
Rumah Harris cukup besar, memiliki dua lantai dengan kolam kecil di bagian belakang dan taman yang dipenuhi tumbuhan hijau. Dilihat dari kesibukannya, aku tidak tahu apakah Harris punya waktu untuk merawat rumahnya.
Sebenarnya rumah ini cukup hangat, tapi terasa sepi dan kosong. Harris tinggal sendiri, dan menilik pekerjaannya, tidak heran jika rumah ini lebih sering ditinggalkan tanpa penghuni.
"Oke, aku akan memasak makan malam. Kamu bisa baca buku, nonton TV, atau santai-santai." Harris menatapku dari balik kitchen island. Di atasnya berada tas kain berisi perlengkapan memasak yang tadi dibelinya.
Harris menjemputku tanpa memberitahu ke mana dia akan membawaku. Dia hanya menyuruhku berpakain nyaman seperti biasanya, jadi aku mencoret dinner dari daftar kemungkinan kencan ketiga ini. Dia lagi-lagi mengagetkanku ketika mengendarai mobilnya memasuki tol keluar Jakarta.
Di saat aku masih bertanya-tanya, Harris membawaku ke supermarket. Katanya dia belum belanja bulanan. Jadi, aku menemaninya berbelanja. Mungkin Harris akan membawaku ke pasar malam lagi, yang terletak tidak jauh dari rumahnya, sehingga mampir berbelanja terlebih dahulu.
Lagi-lagi dia mengejutkanku ketika membawaku ke rumahnya dan memberitahu dia akan memasak makan malam untukku.
This is the best date I've ever had.
Aku tidak butuh fancy dinner untuk membuatku terpesona akan Harris. Makan malam intim di rumahnya jauh lebih menyenangkan.
"Aku bisa bantu." Aku menghampiri Harris. "Lagian, biar cepat selesai. Aku lapar."
Tentu itu hanya akal-akalanku saja. Aku bisa saja bersantai sambil menonton TV–Harris mempunyai TV besar dan sound system lengkap, menonton film pasti menyenangkan. Aku juga bisa membaca buku, mengingat satu sisi dinding rumahnya berisi rak yang dipenuhi buku. Atau menikmati sore sambil bersantai di pinggir kolam.
Namun, menemani Harris memasak memberikan kehangatan dan sensasi yang jauh melebihi semua ide barusan. Mataku nyaris melompat keluar saat melihat Harris melipat lengan bajunya dan mulai menyiapkan bahan masakan.
Aku beringsut mendekat dan mendekap pinggangnya. Harris menoleh ke arahku dan aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mengecup bibirnya. Sesaat, Harris melupakan bahan masakan di hadapannya dan membalas ciumanku.
Dia mengisap bibir bawahku sebelum melepaskanku. "Ini ide buruk, Yaya. Yang ada, masaknya jadi lebih lama."
Alih-alih beranjak, aku malah merebahkan kepalaku di lengannya yang kekar dan liat. Otot-otonya bertonjolan saat Harris sibuk dengan pisau dan bahan masakannya.
"Kamu mau masak apa?"
"Sundubu jigae."
Jawabannya membuat mataku terbelalak. "Apa enggak sebaiknya kita masak yang gampang-gampang aja?"
Harris malah terkekeh. "Buatku ini gampang, Yaya."
Kebersamaan dengannya membuatku sadar bahwa apa pun akan jadi gampang jika dilakukan oleh Harris. Bahkan tufting yang baru dipelajarinya saja, bisa langsung dikuasai dalam waktu singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomantiekHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...