44. Menghapus Masa Lalu

9.8K 752 7
                                    

Harris

Ketika membangun rumah ini, aku membayangkan akan menghabiskan masa tua di sini. Bersama Anne.

Nyatanya, Anne hanya menempati rumah ini selama beberapa bulan saja. Ketika kami sekeluarga pindah ke rumah ini, Anne divonis mengalami kanker. Rumah yang tadinya ingin kuisi dengan kenangan manis, berubah jadi kenangan pedih karena aku harus menyaksikan Anne berjuang melawan penyakitnya.

Anne meninggal di rumah ini. Di pelukanku. Malam itu, aku menyadari Anne sudah pergi, tapi aku masih tidak bisa menerima kenyataan. Aku terus memeluknya, sampai pagi, dengan hati kebas.

Kepergian Anne juga membuatku hatiku ikut mati. Sebagian diriku hilang bersama Anne. aku hidup, tapi seperti mati.

Rumah ini tidak pernah menjalankan fungsi seharusnya–memupuk kenangan manis dan bahagia. Karena selepas Anne, rumah ini menjadi saksi kesepian dan kesendirian yang menemaniku.

Aku sudah putus asa, tidak lagi yakin bisa jatuh cinta lagi. Itulah yang membuatku tidak berniat menghilangkan jejak Anne di rumah ini. Aku sengaja mempertahankannya, terlebih untuk anak-anakku. Mereka membutuhkan ibu, meski hanya dalam bentuk foto dan kenangan.

Kenyataan saat ini begitu berbeda. Aku bisa merasakan jatuh cinta lagi. Aku mulai berharap, dengan kehadiran Rayya, rumah ini bisa seperti seharusnya.

Menjadi saksi kenangan manis dan bahagia. Antara aku dan Rayya.

Rayya masih tertidur ketika aku meninggalkannya. Aku tidak akan bisa melangkah maju bersama Rayya, jika kenangan Anne masih tertinggal di rumah ini.

Marthin dan Olivia butuh penjelasan ketika mereka pulang ke rumah ini dan tidak lagi mendapati foto Anne. aku berharap mereka bisa mengerti.

Pagi ini, aku putuskan untuk menghilangkan semua jejak Anne. Aku pernah mencintainya. Cintaku kepada Anne tidak pernah hilang. Namun wujudnya sudah berubah menjadi kenangan masa lalu.

“Anne, aku sudah memilih Rayya. Aku harap kamu tidak keberatan.” Aku mengusap wajah Anne di foto pernikahan kami, sebelum memasukkannya ke dalam kotak.

Aku beranjak ke foto lainnya. Foto kami berempat. Aku sengaja memisahkan kotak untuk foto itu, mungkin Marthin atau Olivia ingin menyimpannya.

Tidak banyak jejak yang ditinggalkan Anne di rumah ini. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyingkirkan sisa kenangan bersamanya. Seharusnya aku melakukan ini sejak dulu, tapi aku tidak menyesalinya. Karena detik ini, ketika aku melihat semua kebersamaanku dan Anne tidak ada lagi di rumah ini, aku merasa lega.

“Aku pernah mencintaimu, Anne. Namun sekarang, aku mencintai perempuan lain. Rayya.” Aku mengusap jam pasir milik Anne yang sudah dimilikinya sejak kami bertemu pertama kalinya di bangku SMP.

“Terima kasih sudah pernah menjadi bagian dari hidupku. Aku tidak akan melupakanmu, hanya saja sekarang aku ingin melihat ke depan. Bersama Rayya.” Aku mencium foto terakhir Anne, yang diambil sebelum dia menjalani kemoterapi, lalu menyimpannya ke dalam kotak.

Mataku menyisiri seisi rumah. Waktuku bersama Anne sudah lama berakhir. Sekarang tiba masanya untukku memupuk kenangan baru bersama Rayya.

***

Rayya

Tubuhku rasanya mau rontok. Selalu seperti ini, setelah malam panas yang menggila bersama Harris.

Aku menatap pantulan bayanganku di cermin. Kulitku yang merah akibat cambang Harris, atau bekas tamparannya di payudara dan bokongku, kembali membuatku memutar ingatan akan percintaan semalam.

“The best birthday ever,” gumamku seorang diri.

Aku mengambil kaus milik Harris. Di lantai, tergeletak pakaianku yang robek dan sudah tidak bisa digunakan lagi. Begitu juga dengan pakaian dalamku yang berakhir mengenaskan di tangan Harris.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang