25. Family Day

15.8K 1K 16
                                    

Rayya

Bandara bukan hal yang asing untukku. Setidaknya sekali dalam sebulan, aku pasti ke bandara. Namun baru kali ini aku menginjakkan kaki di bagian maintenance facility. Masih terletak di area bandara Soekarno Hatta, biasanya aku hanya melihatnya saat akan lepas landas.

Hari ini, Harris mengajakku ke bagian maintenance facility. Ada Family Day yang diperuntukkan bagi keluarga karyawan, dan Harris mengajakku ikut serta ke acara tersebut. Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku masih sibuk mencerna ajakan ini. Family Day tentunya diperuntukkan bagi keluarga. Tak ayal hatiku melambung saat Harris mengajakku.

Harris menggenggam tanganku saat membawaku menuju tempat diadakannya acara.

"Nanti bakal ngapain aja?" Tanyaku.

"Cuma gathering biasa. Banyak stand makanan gratis, jadi bebas makan. Kamu juga bisa melihat pesawat dari jarak dekat, termasuk di bengkelnya," jelas Harris.

"Ini acara keluarga, lho, Mas."

Harris melirikku sekilas. "Lalu?"

"Kenapa mengajakku?"

"Kalau bukan kamu, aku harus mengajak siapa?" Harris balik bertanya.

"Biasanya kamu bawa siapa?"

Harris melambai ke arah temannya sebelum menjawab pertanyaanku. "Sudah bertahun-tahun aku selalu datang sendiri. Biasanya aku sering menerima penugasan, biar ada alasan untuk mangkir."

"Kenapa?" Tanyaku lagi.

"Semua yang datang ke sini membawa keluarganya. Aku pasti bakalan pathetic banget kalau datang sendiri." Harris menyelipkan rambut ke telingaku. "Sekarang ada kamu. Nanti juga kamu akan menjadi keluargaku, jadi sekalian aja aku ajak dari sekarang."

Darahku berdesir saat mendengar penuturannya. Harris berkata santai, tapi tak sedikit pun ada keraguan di baliknya.

Hubungan ini baru seumur jagung, tapi aku bisa merasakan keyakinan di balik setiap tindakan Harris. Aku juga merasakan keyakinan yang sama.

Aku tak lagi bertanya. Sebaliknya, aku mengikuti Harris.

Harris memperkenalkanku pada teman-temannya. Aku teringat perasaan tidak nyaman yang muncul saat bersama teman-teman Marthin. Ketika menatap teman Harris satu per satu, kekhawatiran melandaku.

Bagaimana kalau mereka tidak menerimaku?

"Pacar baru, Ris?" Tanya salah satu temannya.

Harris merangkul pundakku. "Kenalin, ini Rayya. Ray, ini Bayu, temanku sejak masih sekolah penerbangan dan istrinya, Liza."

Aku menyalami mereka berdua. Berusaha untuk tidak kentara, aku mencoba meneliti tanggapan mereka saat berkenalan denganku. Meski aku sudah menyiapkan diri untuk menerima penghakiman, tetap saja aku tidak bisa terima saat merasakannya langsung. Bayu dan Liza tidak menunjukkan tanda-tanda penghakiman, kalau mereka menghakimiku, setidaknya mereka melakukannya di belakangku.

Harris memperkenalkanku pada teman-temannya yang lain. Dia sudah bekerja selama lebih dari dua puluh tahun, dan sebagai salah satu kapten senior, Harris begitu dihormati. Dia tidak hanya memperkenalkanku pada sesama pilot, tetapi juga pada para awak kabin dan teknisi.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, ada panggung. Sekelompok musisi tengah bernyanyi di sana.

"Mereka karyawan yang suka nge-band. Selalu tampil tiap tahun." Harris menjelaskan.

Aku mengangguk. "Selama ini aku pikir pilot itu pada cool. Ternyata laid back juga ya."

Harris tertawa. "Cuma di hari ini."

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang