48. Love Fools

8.7K 874 50
                                    

Rayya

"What the fuck, Pa?"

Rasanya ingin mati di tempat begitu mendengar teriakan Marthin. Detik itu juga, aku melepaskan rangkulanku di tubuh Harris dan mengambil jarak darinya.

Sesuatu yang sia-sia, sebab Marthin telanjur melihatku berciuman dengan Harris. Tatapan horor di matanya membuatku semakin yakin sudah menggali kuburanku sendiri.

Marthin tidak sendiri. Di belakangnya, ada perempuan yang kukenali sebagai Olivia. Aku sering melihat fotonya, meski belum pernah bertemu langsung, sehingga bisa langsung mengenalinya. Berbeda dibanding Marthin yang dikuasai emosi, Olivia malah terlihat bingung.

"Marthin..."

"What the fuck?" Raung Marthin, memotong ucapan Harris.

Berdiri di belakangnya, aku bisa melihat tubuh Harris bergetar. Tidak ada lagi ketenangan seperti yang selama ini selalu ditunjukkannya. Harris sudah mempersiapkan semua penjelasan untuk memberi tahu Marthin, tapi takdir berkata lain.

Menurut pemberitahuan Harris, Olivia seharusnya berada di Bandung. Marthin menyusul Olivia ke Bandung, lalu mereka baru pulang ke Jakarta besok pagi. Entah apa yang membuat mereka berubah pikiran sehingga pagi ini ada di rumah Harris.

Tidak, ini salahku. Tidak seharusnya aku menyalahkan Olivia dan Harris. Mereka jauh lebih layak berada di rumah ini ketimbang aku. Seharusnya aku tidak menurunkan perisai dan bertindak gegabah seperti ini.

"Really? Dia pacar baru Papa?" Marthin menunjukku. Ekspresi murka itu baru kali ini kulihat di wajahnya.

Marthin menelitiku, raut mukanya berubah jijik saat menatapku. Aku tidak bisa menyalahkan praduga yang kini ada di benaknya saat melihatku mengenakan kaus milik ayahnya. Marthin pasti bisa menerka apa yang baru saja kulakukan bersama ayahnya. Di rumah ayahnya.

"You fucked my girlfriend?" Raung Marthin lagi.

Harris melangkah maju, menghalangi tubuhku dari pandangan Marthin. Sementara aku terdiam di tempat. Seolah ada yang memaku kakiku, sehingga tidak bisa digerakkan.

"Marthin, dengerin Papa. Rayya..."

"Papa mau bilang kalau Papa pacaran sama Rayya? Perempuan yang selama ini bersama Papa itu Rayya?" Marthin mengusap bagian belakang kepalanya. "Rayya, Pa? Rayya?"

Harris menoleh ke balik pundaknya dan tersenyum kepadaku sebelum kembali menghadap Marthin. "Ya, Papa pacaran dengan Rayya."

Detik berlalu dalam keheningan mengiringi pengakuan Harris. Keheningan itu pecah akibat suara tawa Marthin.

"You're so fuck up."

Aku terpekik ketika mendengar bunyi pecah belah beradu lantai. Marthin baru saja membanting vas bunga.

"Marthin, kamu dengerin penjelasan Papa..."

Namun, Marthin tidak memberikan Harris kesempatan.

"Papa tahu aku pacaran sama Rayya. Bisa-bisanya Papa menikamku dengan berhubungan bersama perempuan ini?" Bentak Marthin.

"Hubungan kalian sudah berakhir. Baik Papa atau Rayya, tidak ada yang mengkhianatimu," jelas Harris.

Emosi membuat Marthin gelap mata sehingga tidak mau mendengar penjelasan yang diberikan ayahnya.

Sementara itu, aku hanya bisa mematung tanpa melakukan apa-apa.

"Lantas, Papa boleh memacari dia?" Marthin menudingku. Matanya begitu nyalang saat menatapku. "Congratulation, Rayya. You hit the jackpot."

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang